ISLAM membuka sekolah perempuan sejak 15 abad yang lalu. Sementara Oxford dan Cambridge baru membuka perguruan tinggi perempuan pertama pada tahun 1860-an dan 1870-an.
Salah satu bentuk Islamphobia adalah stereotype bahwa Islam agama yang mengekang perempuan untuk mendapat akses pendidikan.
Barat kemudian mendorong negeri-negeri Muslim untuk mengikuti metode pendidikan ala mereka.
Meminimalisasi pendidikan agama, mencampur kelas laki-laki dan perempuan dengan alasan kesetaraan, dan seterusnya.
Benarkah Islam membatasi akses pendidikan untuk perempuan? Mari kita lihat fakta yang ditulis oleh Uttiek M. Panji Astuti dalam akun IG-nya @uttiek.herlambang, (26/10/22).
Dirilis dari laman Oxford Royale, disebutkan bahwa perguruan tinggi perempuan pertama di Oxford dan Cambridge didirikan pada tahun 1860-an dan 70-an.
Bahkan dalam daftar sekolah-sekolah tertua di Inggris, ada dua sekolah yakni The King’s School Canterbury dan St. Peter School yang baru membuka kelasnya untuk perempuan di tahun 1970-an.
Sebelum periode itu, nyaris tidak ada kesempatan mengakses pendidikan bagi perempuan di Inggris dan Eropa pada umumnya.
Pendidikan untuk perempuan hanya diberikan pada keluarga bangsawan atau pemuka agama. Itu pun diberikan di istana dengan menghadirkan guru secara private dan tidak terbuka untuk umum.
Sementara, sejak 15 abad lalu Islam telah memberi ruang seluas-luasnya bagi para perempuan untuk menuntut ilmu. Salah satunya melalui kelas Ibunda Aisyah.
Tak hanya bagi shahabiyah, Ibunda Aisyah juga guru bagi banyak sahabat. Seperti diketahui, sepeninggal Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Ibunda Aisyah menjadi salah satu rujukan untuk bertanya di Madinah.
Terdidiknya perempuan juga terlihat dari banyaknya Muslimah yang dicatat sejarah sebagai guru. Di antaranya Asy-Syifa binti Abdillah al-Adawiyah.
Perempuan luar biasa ini dikenal sebagai guru perempuan pertama dalam Islam.
Lalu, ada Thumadir binti Amru ibn al-Syarid as-Salamiyah al-Madhriyah (al-Khunnasa), Lubabah binti al-Harits (Ummu al-Fadhl), Syaykhah Shunda yang mengajar berbagai disiplin ilmu, seperti sastra, statistika, hingga puisi.
Imam Syafii tercatat berguru pada Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Penulis kitab masyhur “Tarikh Madinah Dimasyq”, Ibnu Asakir, belajar di bawah bimbingan 80 guru perempuan yang berbeda.
Baca Juga: Sekulerisme dalam Pendidikan Hancurkan Peradaban
Islam Membuka Sekolah Perempuan Sejak 15 Abad yang Lalu
View this post on Instagram
Berabad kemudian, berdirilah universitas pertama di dunia yang menawarkan gelar kesarjanaan, Universitas Al Qarawiyyin di kota Fes, Maroko, yang masih eksis hingga hari ini.
Pendirinya adalah Fatimah Al Fihria, anak saudagar kaya yang mendermakan sebagian hartanya untuk mengongkosi sekolah tersebut.
Pada masa Daulah Utsmani ada Madrasah Othmania, yang dikepalai oleh seorang perempuan yang dipercaya oleh keluarga Isfahan Shah Khatun yang mengongkosi madrasah itu.
Lalu, ada Madrasah Khatuniyah yang didirikan oleh putri Syamsuddin bin Muhammad Saifuddin dari Baghdad yang bernama Oghl Khatun.
Islam telah membuktikan, perempuan tak hanya bisa mengakses pendidikan, namun pada waktu itu pun telah banyak berdiri sekolah khusus perempuan.
Sekolah yang didirikan oleh perempuan, hingga guru-guru perempuan yang mengajar para ulama besar. Masih perlu bukti?[ind]