BAGAIMANA cara mencegah trauma pada anak? Lebih baik kan dicegah sejak dini daripada menjadi sampah emosi saat mereka dewasa?
Motivator Parenting dan juga pendiri Rumah Pintar Aisha Randy Ariyanto Wibowo menjelaskan mengenai masalah ini sebagai berikut.
Memang benar sekali, trauma yang dialami anak saat mereka masih kecil, begitu juga dengan kesedihan, kekecewaan dan kemarahan yang mereka rasakan sejak kecil akan berdampak pada kehidupan mereka saat mereka sudah dewasa.
Misalnya nih, ada sebuah cerita, saat ia masih kecil dulu. Anak ini seringkali ditakut-takuti oleh orang tuanya. Kalau orang tuanya sedang marah, orang tuanya mengancam akan membawanya ke dokter agar disuntik.
Orang tuanya juga sering mengurungnya di kamar kosong dalam kondisi gelap juga seringkali memarahi, memukul anak ini di depan teman-temannya saat ia bermain.
Kadang anak ini dibawa ke kamar mandi dan diguyur kepalanya. Semua peristiwa yang ia alami sewaktu kecil ternyata berimbas saat ia dewasa.
Anak ini tumbuh dewasa dan selanjutnya mengalami ketakutan yang berlebihan khususnya ketakutan pada jarum suntik kemudian ketakutannya meluas menjadi takut pada dokter dan rumah sakit.
Ketakutannya bahkan semakin dominan, semakin meluas, semakin tidak terkontrol dan bisa menjadi penyakit mental. Apa yang ia alami sewaktu kecil menjadi trauma saat ia beranjak dewasa.
Lalu bagaimana terapinya saat anak masih kecil? Terapinya lebih mudah daripada saat mereka sudah dewasa yakni orang tua meminta maaf kepada anak.
Baca Juga: Mengatasi Trauma Masa Lalu dalam Pernikahan (Bag.1)
Cara Mencegah Trauma pada Anak
Coba deh, Ayah dan Bunda ngobrol santai dan penuh kehangatan dengan anak. Lalu minta anak untuk menceritakan peristiwa apa yang menyebabkan anak sampai saat ini merasa sedih, takut, kecewa, kesal dan marah kepada kedua orang tuanya.
Boleh juga anak menuliskan di kertas atau anak langsung mengungkapkan perasaannya kepada kedua orang tuanya. Nah, tugas orang tua adalah mendengarkan dengan empati.
Orang tua tidak boleh mengelak dan membantah apalagi marah-marah. Orang tua hanya mendengarkan dengan empati. Setelah anak selesai mengungkapkan perasaannya, menceritakan kekesalan dan kesedihan mereka selama ini maka orang tua meminta maaf kepada anak.
“Nak, Ayah dan Bunda sekarang baru paham, ternyata peristiwa itu membuat kamu marah kepada Ayah, lalu yang peristiwa tadi membuat kamu sedih ya Nak.
“Maafkan Ayah dan Bunda ya Nak. Ayah dan Bunda tidak bermaksud membuatmu sedih, membuatmu marah. Ayah dan Bunda juga tidak bermaksud menyakiti perasaan Kakak. Ayah, Bunda sayang sekali sama Kakak.
“Insha Allah, Ayah dan Bunda akan berusaha menjadi orang tua yang lebih baik lagi. Kakak sudah memaafkan Ayah dan Bundakan”.
Lalu peluk anak, tunjukkan bahwa Ayah, Bunda benar-benar tulus meminta maaf dan tunjukkan kalau Ayah Bunda benar-benar menyayanginya.
Insha Allah, jika anak sudah lega perasaannya maka tidak akan menimbulkan sampah emosi. Seseorang yang masih menyimpan sampah emosi, maka hal itu berdampak tidak baik bagi kehidupannya di masa depan.
Dengan keikhlasan, Ayah Bunda meminta maaf kepada anak, insha Allah akan melepaskan gendongan sampah emosi pada anak.
Maksud dari menggendong sampah emosi itu apa sih? Sederhananya seperti ini, coba Ayah, Bunda mengingat sebuah kejadian buruk masa lalu.
Saat Ayah, Bunda mengingatnya, apakah Ayah, Bunda masih terbawa emosi misalnya sedih banget, kesal banget, benci, marah, takut.
Jika saat mengingat atau menceritakan sebuah peristiwa buruk masa lalu, kemudian emosi-emosi tadi muncul maka, Ayah Bunda masih menyimpan sampah emosi.
Namun, jika Ayah Bunda menceritakan sebuah kejadian buruk masa lalu, tanpa ada perasaan-perasaan sedih, marah, benci, kesal maka Ayah Bunda sudah membuang sampah emosinya.
Jadi silakan Ayah, Bunda membuat sebuah program cleansing sampah emosi pada anak, dengan cara meminta anak untuk menceritakan peristiwa yang membuat mereka merasa sedih, kecewa, trauma, takut, marah, kesal lalu orang tua minta maaf kepada anak dengan sebenar-benarnya maaf.
Lebih baik lagi jika dijadikan program rutin minimal sebulan sekali, idealnya dilakukan di waktu malam sebelum tidur.
Semoga cara ini bisa membantu mencegah trauma pada anak.[ind]