USTAZ jomblo rasanya jarang terdengar. Yang namanya ustaz atau kiyai bahkan istrinya bisa lebih dari satu. Apa ada ustaz jomblo?
Jomblo merupakan istilah yang menunjukkan bahwa seseorang belum menikah. Berlaku untuk pria maupun wanita.
Tentu ada alasan kenapa mereka masih jomblo. Ada yang karena alasan ekonomi, belum ada yang cocok, ada juga yang mungkin karena patah hati.
Alasan ini berbeda dengan jomblo wanita. Karena umumnya wanita sebagai pihak yang pasif. Bagaimana mungkin tidak jomblo kalau belum ada pria yang melamar.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan ustaz yang jomblo. Apakah ada alasan lain yang bersifat keagamaan sehingga mereka memilih tetap jomblo.
Jawabannya, mungkin saja ada. Yang utama adalah karena mereka lebih mencintai ilmu daripada pasangan. Kecintaan pada ilmu membuat mereka seperti tak sempat lagi memikirkan pernikahan.
Alasan ini bukan tanpa dalil dan teladan. Dalil umumnya bahwa hukum menikah itu mubah. Yang namanya mubah bisa diambil, bisa juga tidak. Selama hal itu tidak berdampak negatif pada perilaku.
Jadi, meski tidak menikah, mereka tetap stabil. Tidak tergoda dan tetap bisa menjaga akhlak Islam.
Contoh sosok rujukan juga banyak. Ada beberapa ulama besar yang tidak menikah hingga akhir hayat beliau. Di antaranya, Imam Nawawi, Imam Ath-Thabari, Ibnu Taimiyah, Sayid Quthb, dan lainnya. Sosok ulama wanitanya Rabi’ah Al-Adawiyah, Karimah Al-Marwaziyyah, dan lainnya.
Karimah Al-Marwaziyyah merupakan wanita pertama yang menguasai Kitab Sahih Bukhari secara utuh. Beliau juga dikenal sebagai ulama hadis wanita.
Namun, contoh-contoh mulia itu memang tinggal di masa yang berbeda dengan saat sekarang. Saat itu belum ada media internet, multi media, transportasi yang memadai, dan seterusnya.
Sebagai contoh, di masa lalu, seorang ulama belajar hadis harus mendatangi ulama yang sangat jauh. Misalnya, Imam Syafi’i yang tinggal di Mekah belajar ke Imam Malik di Madinah. Kendaraan waktu itu hanya unta, kuda, atau keledai.
Itu baru satu guru. Belum lagi untuk mendatangi guru-guru lain yang tinggal di lokasi yang sangat jauh. Belum lagi jika ingin mengajar, dan seterusnya. Misalnya, Imam Syafi’i yang tinggal di Madinah mengajar di Yaman yang jaraknya 1.350 kilometer.
Ada alasan lain seperti yang dialami ulama tafsir kontemporer, Sayyid Quthb. Beliau memang hidup di masa sudah ada mobil, motor, dan pesawat. Tapi, sebagian besar hidup beliau habis untuk belajar, mengajar, dan masuk penjara.
Beliau dipenjara oleh rezim yang otoriter di Mesir waktu itu. Dan jika masuk penjara bisa memakan waktu bertahun-tahun. Dan akhir hayat beliau pun saat beliau berada di dalam penjara. Karena beliau divonis dengan hukuman gantung.
Begitu pun dengan godaannya. Di masa lalu sulit untuk melihat wanita, begitu pun sebaliknya. Apalagi wanita yang membuka aurat. Namun saat ini, hanya dengan menggerakkan jari-jemari, apa saja bisa dilihat.
Jadi, mungkin dan boleh-boleh saja mengambil pilihan tetap jomblo selama bisa menjaga perilaku dan akhlak.
Namun, godaan di akhir zaman ini menjadikan tingkat keimanan kita berbeda dengan di masa lalu. Terlebih lagi alasan kesibukan seperti yang dialami para ulama masa lalu tidak relevan dengan saat sekarang ini.
Mungkin yang jauh lebih berprestasi jika ada ustaz atau kiyai saat ini yang bisa melahirkan putra-putri yang juga ustaz dan kiyai, daripada sekadar jomblo hingga akhir hayat. [Mh]