MENUNGGU lama itu tidak menyenangkan. Kecuali, menunggu sesuatu yang tidak disukai.
Dua orang kakak beradik sama-sama sedang menunggu. Sang kakak berharap yang ditunggu cepat datang. Sementara sang adik sebaliknya: berharap tidak pernah datang.
Yang ditunggu sang kakak adalah tanggal wisata sekolah. Lokasi wisatanya begitu lengkap. Ada panorama pantai, air terjun, menyeberang ke pulau, dan berperahu.
Yang ditunggu sang adik adalah tanggal khitanan. Tanggal itu sengaja direncanakan karena bersamaan dengan hari liburan sekolah.
“Semoga hari bergulir cepat, ya, Dik!” ucap sang kakak.
“Aku berharap hari bergulir lambat!” sergah sang adik.
Sang kakak begitu antusias menyiapkan untuk hari H. Mulai dari pakaian, tas, obat, dan perbekalan lain. Sementara sang adik jangankan menyiapkan untuk hari H, diingatkan saja bisa menangis ketakutan.
Dan, tibalah satu hari menjelang hari H. Sang kakak wajahnya cerah seperti bulan purnama. Sementara sang adik sebaliknya.
Sang ibu pun mengatakan, “Hari esok itu tergantung apa yang ada pada hati kalian. Berbaik sangkalah dengan hari esok, dengan begitu kita akan bahagia menyambutnya.”
**
Dari semua akumulasi hari esok selalu menuju ke satu titik. Yaitu, hari esok yang terakhir semua kita: kematian.
Tak ada surga tanpa kematian. Dan tak ada neraka tanpa kematian. Semua yang bernyawa pasti mengalami mati.
Tentang bayangan surga atau neraka itulah menunggu mati menjadi berbeda. Ada yang rindu dan ada yang menghindar.
Jadi, bukan tentang menunggu yang membuat orang bahagia atau tersiksa. Tapi bayangan tentang hari esok yang akan dialaminya. [Mh]