ChanelMuslim.com- Tamu tak diundang itu pasti akan datang. Ia datang sebagai utusan dari raja yang bijaksana. Ia akan datang untuk mengambil sesuatu yang kita miliki. Bukan uang. Bukan jabatan. Bukan istri atau suami dan anak-anak. Ia datang untuk mengambil nyawa.
Malaikat kematian akan datang sebagai tamu misterius. Meski ia datang sebagai utusan dari Yang Maha Bijaksana. Ia memang tidak datang dengan membawa sesuatu untuk kita. Tapi akan mengambil sesuatu yang paling berharga: nyawa.
Semua kita sudah diingatkan tentang kedatangan ini. Tapi entah kapan. Bisa lambat, bisa cepat. Bisa juga detik ini. Ia tidak pernah datang dengan mengetuk pintu atau meminta izin untuk masuk.
Kecuali untuk manusia mulia, teladan umat: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Suatu hari, Jibril datang menemui Nabi saat beliau sedang dalam pembaringan.
Jibril mengabarkan kalau malakul maut sedang menunggu di depan pintu. Dan belum pernah ia seperti itu selain kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia pun baru mau masuk setelah diizinkan Nabi.
“Ah, betapa nikmatnya jika bisa seperti itu,” suara batin kita dalam decak kagum dengan fenomena itu.
Malakul maut pernah kesulitan ketika berkunjung ke rumah Nabi Ibrahim alaihissalam. Saat ia datang, Nabi Ibrahim mengatakan, “Apakah ada orang yang mencintai, tega mencabut nyawa yang dicintai.”
Ia pun pergi melapor kepada Allah. Maka Allah menyampaikan pesan untuk kekasihnya, Nabi Ibrahim alaihissalam. Sampaikan kepadanya, “Apakah ada orang mencintai, tidak mau berjumpa dengan yang dicintai.”
Ah, betapa indahnya suasana seperti itu. Begitu akrabnya mereka dengan sosok tamu yang dianggap sangat menakutkan itu. Tamu yang akan memisahkan orang yang dikunjunginya dari segala angan-angan dunia.
Sebelumnya, Nabi Ibrahim memang pernah bertemu dengan malakul maut dalam wujud manusia. Nabi Ibrahim bertanya, “Bagaimana rupamu jika mengunjungi orang yang banyak dosa?”
Malaikat itu mengatakan, “Kamu nggak akan sanggup melihatnya.” Tapi Nabi Ibrahim memaksa. Ia ingin melihat apa adanya.
Malaikat itu pun memperlihatkan dirinya yang menyeramkan: hitam legam, kasar, dan menghembuskan api. Melihat itu, Nabi Ibrahim pun pingsan.
Setelah siuman, Nabi Ibrahim pun mengatakan, “Cukuplah sosokmu itu menjadi siksaan untuk mereka.”
“Lalu, bagaimana jika kamu mengunjungi orang beriman?” tanya Nabi Ibrahim.
Malakul maut pun memperlihatkan sosoknya. Ia begitu tampan, gagah, dan begitu mempesona. Nabi Ibrahim mengatakan, “Cukuplah sosokmu itu menjadi imbalan untuk mereka.”
Bagaimana dengan kita? Seperti apakah sosok malaikat kematian itu saat tiba-tiba di hadapan kita? Apakah ia akan begitu menakutkan hingga membuat Nabi Ibrahim pingsan. Atau, berparas rupawan yang menyejukkan pandangan terakhir kita.
Seberapa lama pun kita lakoni hidup ini. Seberapa besar dan kecil pun yang kita peroleh dari harta dunia ini. Seberapa mulia pun status dan jabatan terakhir kita di mata manusia. Semua akan lenyap begitu saja saat “tamu” menjemput kita.
Ada orang-orang yang akhirnya mengatakan, “Aduh, mohon tundalah ajalku. Sebentar lagi saja. Pasti, aku akan bersedekah sebanyak-banyaknya dan menjadi hamba Allah yang soleh.”
Sayangnya, ketentuan itu sudah pasti: bahwa ajal jika datang, tidak bisa dimajukan dan tidak juga bisa dimundurkan.
Wahai jiwa-jiwa yang muthmainnah. Jiwa-jiwa yang tenang. Inilah perjumpaan paling istimewamu dengan Tuhanmu. Silakan kalian tergabung dalam barisan hamba-hamba Allah yang diridhai. Dan silakan kalian memasuki surga Allah yang penuh kenikmatan.
Tergambarlah tampilan surga seolah seperti sudah di depan matanya. Segala kenikmatan terhampar indah. Bidadari-bidadari seperti berebut untuk menyambutnya.
Pemandangan itu pun melenyapkan sakitnya “sentuhan” tamu tak diundang itu. Seolah ia tidak sedang mencabut nyawa dengan rasa yang begitu menyakitkan. Ia seperti hanya membelai yang tak ada rasa lain kecuali kenikmatan.
Tamu tak diundang itu pasti akan datang. Tak ada ketuk pintu. Tidak juga minta izin untuk masuk. Ia akan menemui orang-orang yang sudah ada dalam urutan. Entah kita ada di urutan keberapa. (Mh)