KEIMANAN mengajarkan tentang takdir. Kalau Allah tidak izinkan, apa pun tak akan bisa terjadi.
Seorang ibu baru pindah ke rumah baru. Baru bukan bangunannya, tapi penghuninya, yaitu sang ibu, suami dan dua anaknya.
Inilah pertama kalinya ia akan bermalam di rumah barunya. Suaminya cerita kalau rumah yang kini mereka tempati itu sangat murah. Padahal, bangunannya masih bagus, dan tanahnya tidak kecil-kecil amat. Cukup layak untuk suami istri dengan dua anak.
Selidik punya selidik, ternyata rumah itu sudah lama kosong. Kenapa bisa kosong lama? Menurut tetangga, penghuni rumah itu sebelumnya tewas karena gantung diri. Persis di palang pintu kamar yang saat ini ditempati sang ibu itu.
“Alah, takut amat sih. Baca ayat kursi juga aman,” ucap sang ibu itu dalam hati.
Lagian kenapa mesti takut, kan tinggalnya sekeluarga. Ada suami, dan dua anak. Tetangga juga ada di sebelah kiri dan kanan rumah.
Tapi, si ibu baru ingat kalau suaminya sudah bilang ada tugas luar kota. Jadi, tidak bisa tidur di malam pertama tinggal di rumah baru.
Biar pun suami lagi tidak ada, kan masih ada anak-anak! Jadi, ia tak perlu kesepian. Sayangnya, dua anaknya yang masih usia SD sudah tertidur sejak selesai shalat Isya tadi. Jadi, tinggallah si ibu itu sendirian di rumah.
Ah, tak perlu khawatir, masih ada tetangga kanan dan kiri. Ia pun ke depan rumah untuk melihat-lihat tetangganya. Kali aja istri mereka masih ada di ruang depan.
Tapi, dua rumah tetangganya itu sangat sepi. Bahkan, pagar depannya sudah digembok dari luar. Itu artinya, dua tetangganya mungkin belum pulang atau baru saja pergi keluar kota.
Rasa was-was mulai membayangi si ibu. Pintu depan sudah dikunci, begitu pun yang belakang. Semua jendela juga sudah ia pastikan sudah terkunci. “Ah, rebahin badan aja, nanti juga tertidur pulas,” ucapnya dalam hati lagi.
Hampir satu jam ia sendirian di tempat tidur, matanya tak kunjung terpejam pulas. Sesekali, ia teringat cerita tetangga tentang peristiwa bunuh diri pemilik rumah sebelumnya.
“Tuh, di atas tiang pintu itu!” ucap sang tetangga sambil menunjuk kea rah atas palang pintu kamar sang ibu.
Bayang-bayang seram mulai menghantui imajinasinya. Gimana kalau tiba-tiba ada yang bergelantungan di atas tiang pintu? Ah…
SI ibu pun membaca Ayat Kursi. Ia sudah hafal ayat itu sejak di madrasah dulu. Ia baca lagi, ulang lagi dan lagi. Tapi, ia tidak juga bisa tidur pulas.
Si ibu mulai paranoid. Pandangannya tak lagi ditujukan ke arah pintu kamar. Ia paksakan untuk terus terpejam.
“Ya Allah, gimana kalau benar-benar ada yang bergelantungan di atas pintu kamarku,” lagi-lagi batin si ibu menyegarkan halusinasinya.
“Krek!” tiba-tiba ada suara orang membuka pintu depan rumahnya. Si ibu bukan kepalang paniknya. “Ya Allah kejadian juga nih. Kejadian juga nih aku ngelihat setan!” bisikan hatinya terus ngelantur.
“Assalamu’alaikum!” ucap suara lelaki dari balik kamarnya. Tapi, suara itu bukan suara setan. Suara itu sangat ia kenal. Ya, itu suara suaminya.
Si ibu pun segera membuka pintu kamar yang sejak tadi tak berani ia lihat dan sentuh. “Alhamdulillah, Ya Allah!” ucap si ibu sambil memeluk tubuh suaminya. Rupanya, suami si ibu batal keluar kota karena ketinggalan kereta.
**
Semua yang dirasakan jasad kita bermula dari apa yang ada di hati. Kalau hati meyakini A, maka seluruh jasad akan mengikuti tentang A.
Di situlah rasa takut, sedih, marah, dan gembira bermula. Isilah hati dengan zikrullah, niscaya ia akan takut hanya pada Allah.
Siapa yang hanya takut pada Allah, niscaya Allah akan cabut dari hati itu rasa takut pada apa pun. Sebaliknya, siapa tidak takut pada Allah, maka Allah akan tumbuhkan dalam hati berbagai takut pada yang lain.
Orang mukmin itu insya Allah berani pada apa pun. Karena takutnya hanya kepada Allah semata. [Mh]