SENGSARA adalah keadaan yang tidak menyenangkan. Tapi boleh jadi, sengsara bisa membawa hikmah.
Alkisah ada perebutan wilayah antara semut merah dan gajah. Karena soal ukuran tubuh, tentu saja gajah lebih unggul jauh di banding semut.
Gajah selalu sewenang-wenang dengan semut. Terutama raja gajah. Ia begitu seenaknya menduduki tanah semut. Siapa pun yang membangkang akan diinjak.
Ada seekor dari sekian ribuan semut merah yang cacat pendengaran. Namanya si budeg. Meski begitu, si budeg sangat cerdas. Ia bisa menebak-nebak apa yang diucapkan lawan bicaranya. Dan biasanya selalu benar.
Saat itu, si raja gajah marah-marah karena salah satu matanya terasa sakit. Ia menduga salah satu semut ada yang mengiggitnya. Padahal, sakitnya karena sebab lain.
“Hei kalian semuanya, siapa yang menggigit mataku?” teriaknya kepada semua semut merah.
Tak satu pun semut merah yang berani menjawab. Mereka terdiam. Di luar dugaan semuanya, tiba-tiba si budeg angkat tangan. “Saya, Raja!” ucapnya.
Semua semut bingung. Semua yakin pasti si budeg salah menebak apa yang dibicarakan raja gajah. Tapi apa mau dikata, semua semut hanya bisa pasrah.
Sesaat kemudian, raja gajah langsung menyerang si budeg. Si budeg sangat kaget karena tiba-tiba hewan besar itu hendak menginjaknya. Ia lari sebisa yang dilakukan.
Ia lari ke batu, dan batu pun hancur diinjak raja gajah. Ia lari ke pohon, pohon pun tumbang diterjang raja gajah. Akhirnya, si budeg lari ke semak-semak.
Raja gajah tak mau kalah. Ia merangsek semua kawasan semak-semak. Dan semak-semak pun berantakan.
Saat itulah, si budeg melihat celah. Ia merasa tak mungkin lagi bisa sembunyi di mana pun, kecuali di sebuah lubang.
Dan, lubang itu secara tak sengaja ia masuki karena panik diserang raja gajah. Lubang itu adalah hidung atau belalai raja gajah. Di dalam lubang itulah si budeg bersembunyi.
Karena raja gajah terus mengamuk, maka si budeg makin kuat menggigit kulit dalam hidung gajah. Semakin hebat mengamuk, semakin kuat gigitan si budeg. Dan akhirnya, raja gajah tak tahan lagi. Ia pun ambruk karena tak bisa bernafas.
Pertempuran itu disaksikan kawanan gajah dan kawanan semut merah. Dan betapa terkejutnya dua kawanan itu ketika si budeg keluar dalam keadaan segar bugar dari lubang hidung belalai raja gajah yang ambruk.
Melihat itu, kawanan gajah langsung kabur. Mereka tidak ingin bernasib sama seperti rajanya.
Kawanan semut merah pun bersorak-sorai. “Hidup budeg! Hidup budeg!” teriak mereka. Kawanan semut pun mengangkat tubuh si budeg untuk dibangga-banggakan.
Di tengah keramaian itu, ada teman si budeg yang berkata dengan bahasa isyarat, “Hei budeg. Kenapa tadi kamu angkat tangan ketika raja gajah marah?”
“Yang aku pahami, si raja gajah tadi menanyakan, siapa di antara semut yang mau membantunya?” ungkapnya dengan polos.
**
Kadang tidak tahu itu memberikan hikmah. Perhatikanlah orang-orang desa yang hidup dengan tenang dan damai, meski hiruk pikuk dunia politik di kota begitu panas.
Perhatikan pula sebagian orang kampung yang tidak punya ponsel pintar. Mereka tidak merasa stress oleh keadaan. Karena mereka memang tidak tahu keadaannya.
Sebagian orang Amerika yang biasa hidup modern bahkan kembali menggunakan ponsel jadul yang tidak menyediakan media sosial. Hal ini karena mereka ingin hidup tenang dan damai.
Jadi, jangan merasa minder jika kita tak tahu seluk beluk dunia politik atau yang lebih pelik dari itu. Karena boleh jadi, dengan begitu kita bisa terus hidup tenang dan damai. Dan, kita akan lebih fokus bertempur menaklukkan ekonomi keluarga. [Mh]