TIDAK semua yang bisa dilihat patut untuk dilihat dan diketahui. Karena itu ada yang harus selalu ditutupi.
Islam mengajarkan untuk menutup aurat. Padahal, keindahan pada tubuh manusia itu anugerah atau nikmat. Tapi, tidak semua yang bagus patut untuk dilihat semua orang.
Aurat pun bukan sekadar tentang tubuh manusia. Ada aurat-aurat lain yang juga harus tertutup. Antara lain, aurat rumah tangga.
Misalnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seorang suami menceritakan keadaan hubungan intim dengan istrinya. Begitu pun sebaliknya, istri dilarang menceritakan keadaan hubungan intim mereka dengan suami.
Islam juga mengajarkan untuk tidak mengumbar aib yang kebetulan kita ketahui. Aib apa saja, tentang keadaan orang yang kita kenal, atau tentang keadaan lingkungan internal sesuatu: organisasi, kantor, dan lainnya.
Secara individual, seorang wanita juga diajarkan untuk menutup apa yang ia inginkan. Itulah yang disebut rasa malu.
Nabi mengajarkan kepada para wali, diamnya anak gadis tentang persetujuan lamaran seorang pria adalah tanda setujunya.
Yang lebih umum, pria maupun wanita, diajarkan Islam untuk tidak mengekspos permasalahan internal mereka. Antara lain tentang keadaan ekonomi dan tentang internal rumah tangga.
Jadi biarlah masalah internal rumah tangga menjadi urusan internal, dan tidak perlu merepotkan orang lain. Kecuali, hal yang sangat mendesak.
Inilah yang disebut sebagai ‘iffah. Orang banyak mengira kalau orang-orang ini seperti yang berkecukupan. Tapi sebetulnya sangat kekurangan. Para sahabat Rasulullah radhiyallahum ajma’in sangat terbiasa dengan akhlak ini.
Sehingga mereka tidak mudah meminta-minta, meskipun mereka sangat membutuhkan.
Menutup aurat, menutup aib, dan ‘iffah; merupakan rangkaian panjang dari sebuah sifat malu yang diajarkan Islam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika tak ada lagi rasa malu, perbuatlah apa yang kalian suka!” (HR. Bukhari) [Mh]