GAYA hidup yang tinggi mungkin menunjukkan kelas sosial seseorang. Tapi di saat bersamaan, sangat menyusahkan.
Apa yang umumnya menjadikan hari Sabtu dan Ahad begitu macet di kawasan wisata dan kuliner. Ya, karena gaya hidup menggiring orang mencari selera yang menyusahkan.
Dari tempat kuliner satu ke yang lain. Dari lokasi wisata yang ini ke yang lainnya. Dan seterusnya. Seolah, kepuasannya bukan pada tempat dan makanan, tapi pada kesusahan meraihnya itu.
Begitu pun dalam fashion busana. Ada tuntutan dalam dirinya bahwa busana yang dikenakan harus selalu ‘in’, selalu dalam rel kekinian. Padahal, kekinian bukan temuan baru tentang model, tapi tentang jualan dan meraup keuntungan.
Itulah imajinasi yang menyiksa dalam tuntutan gaya hidup. Selalu tidak puas, dan ingin merasakan sesuatu yang baru.
Kalau direnungkan lebih dalam, apa sih olahan lauk yang paling menggugah selera? Jawabannya mungkin di luar dugaan semua.
Yaitu, bukan tentang lauknya. Bukan pula tentang suasana lokasi kulinerannya. Tapi tentang keadaan diri kita saat menginginkan kulineran. Apalagi kalau bukan rasa lapar.
Perhatikan saat di Bulan Ramadan. Allah subhanahu wata’ala melatih jiwa kita tentang kepuasan menikmati makanan dan minuman. Lauk yang paling membuat orang begitu nafsu makan dan minum adalah rasa lapar dan haus itu sendiri.
Meski hanya dengan lontong isi. Meski sekadar gorengan. Meski hanya segelas air bening. Semua itu terasa begitu nikmat. Bahkan sangat nikmat.
Begitu pun dengan tempat wisata. Tak ada tempat yang paling bisa menenangkan jiwa dari segala kepenatan hidup, kecuali saat berjumpa dengan Allah dalam suasana shalat kita.
Sayangnya, gaya hidup modern menjadikan shalat sekadar kewajiban. Sebuah beban yang harus segera dilepas agar tidak merepotkan. Bukan sebuah kebutuhan yang dinanti-nanti agar jiwa yang kosong bisa segera terisi.
Dan dalam shalat pula, Allah melatih kita tentang fashion busana. Yaitu, sesuatu yang menutup aurat, bersih, dan tidak mengganggu gerak kita. Karena apa yang ingin diperlihatkan kepada Allah jauh lebih mulia tingkat fashionnya daripada di hadapan manusia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “…cukuplah bagi manusia untuk makan beberapa suap agar tulang punggungnya tetap tegak. Tapi jika ia harus mengisi (perutnya), maka sepertiganya untuk makanan, sepertiganya untuk minuman, dan sepertiga sisanya untuk udara.” (HR. Ibnu Majah)
Kadang, bukan keadaan hidup yang membuat kita susah. Tapi kitanya sendiri yang mencari-cari cara yang susah dengan istilah tuntutan gaya hidup.
Sederhanakan gaya hidup, maka kita akan selalu merasa puas dan bahagia. [Mh]