REZEKI itu seperti nomor ponsel. Ada yang tersambung dengan menelepon. Ada juga yang tersambung karena ditelepon. Kita tidak pernah tahu, siapa yang akan menelepon kita.
Alkisah, ada seorang yang ingin menguji apakah benar setiap makhluk sudah tertulis rezekinya.
Ia pun mengurung diri di sebuah gua yang jauh dari hunian manusia. Ia sama sekali tidak ingin melakukan ikhtiar, kecuali rezeki itu yang datang.
Beberapa hari berlalu, tapi yang ditunggu tak kunjung datang. Ia pun merasakan kelaparan. Ia terus bertahan. Ia yakin apa yang disampaikan Allah dan RasulNya tidak mungkin salah bahwa setiap makhluk dijamin rezekinya.
Karena kelaparan yang parah, ia jatuh pingsan. Sesekali, suaranya merintih tanpa sadar. Kadang suara itu kencang kadang terdengar lirih.
Ada seorang pemburu yang biasa menjadikan gua itu untuk berteduh dari hujan atau sekadar istirahat. Ketika tiba di mulut gua, ia terkejut dengan suara seperti suara manusia yang merintih. Pemburu ini pun lari ketakutan.
Hal itu ia ceritakan ke penduduk di desanya yang tak jauh dari lokasi gua. Cerita tersebut mengundang banyak rasa ingin tahu warga desa. Mereka pun penasaran dan berbondong-bondong ingin membuktikan cerita suara misterius itu.
Karena menuju hutan, warga desa berangkat dengan perbekalan dari rumah. Ada yang membawa makanan dan minuman.
Setibanya di mulut gua yang diceritakan, mereka ternyata masih mendengar suara rintihan seseorang dari dalam gua.
Karena bersama-sama, rasa takut mereka pun berganti penasaran. Mereka terus masuk ke dalam gua. Dan mereka pun akhirnya menemukan seorang lelaki yang lemas karena kelaparan.
Lelaki kelaparan itu pun disuapi makanan dan minuman secukupnya. Setelah agak pulih, lelaki itu mengucapkan kalimat pertamanya, “Shadaqallahul ‘azhiim.” Maha Benar Allah dalam firmanNya yang agung.
Ia mengucapkan itu karena menemukan bukti bahwa memang benar ada rezeki yang mengejarnya.
**
Uji coba seperti yang dilakukan seorang lelaki di atas mungkin tidak perlu kita lakukan. Karena tanpa diuji pun kenyataan keseharian memang menunjukkan hal itu.
Begitu banyak rezeki yang datang begitu saja, tanpa dicari atau diikhtiarkan. Seperti datangnya hujan, sinar matahari yang selalu membangkitkan energi, malam yang menggiring tubuh untuk istirahat, dan lainnya.
Memang, rezeki itu ada yang mesti dikejar, dan ada pula yang ngejar-ngejar. Rezeki yang mesti dikejar diperoleh dari ikhtiar. Sementara, rezeki yang ngejar-ngejar merupakan yang telah ditentukan Allah untuk setiap makhlukNya.
Baik yang diikhtiarkan maupun yang ngejar, tetap saja merupakan rezeki dari Allah subhanahu wata’ala. Bersyukurlah dengan banyaknya, dan bersabarlah dengan sedikitnya.
Dengan bersyukur dan bersabar, rezeki yang kita nikmati akan memperoleh nilai tambah yang luar biasa. [Mh]