HIDUP ini seperti berirama. Ada siang, ada malam. Ada susah, ada senang. Ada takut, ada harapan.
Bayangkan jika hidup selamanya siang, terang benderang. Tak ada pagi, sore, dan malam. Setiap waktu selalu siang. Maka hampir bisa dipastikan, manusia akan bosan.
Bayangkan pula jika hidup selamanya malam, gelap gulita. Tak ada pagi, siang, dan malam. Yang ada hanya malam dan gelap. Hampir bisa dipastikan pula, manusia akan bosan.
Pergantian siang dan malam, Allah ciptakan tidak seperti nyala atau mati lampu melalui tombol saklar. Perubahannya begitu soft, lembut. Hingga manusia tak menyadari kalau cahaya matahari sudah redup atau sebaliknya.
Begitu pun tentang suasana. Tak ada ‘rasa’ hari yang sama. Satu hari dengan hari-hari yang lain seperti pergantian kilometer di jalan tol. Meski rutenya sama, tapi suasananya berbeda.
Perhatikan pula tentang shalat lima waktu. Jarak waktu antara satu shalat dengan shalat berikutnya tidak sama. Ada yang berselang sekitar satu jam, dua jam, tiga jam, dan 9 jam. Yang 9 jam karena ada waktu tidur malam.
Bayangkan jika jarak antar satu shalat dengan shalat berikutnya fix atau tetap. Misalnya empat jam sekali, tiga jam, dua jam, dan seterusnya. Lagi-lagi, akan ada rasa bosan.
Dari situ, suara azan berkumandang dalam jeda waktu yang tidak sama. Bayangkan jika fix, maka akan banyak orang yang terganggu tidurnya karena suara azan.
Perhatikan pula jumlah rakaatnya. Ada yang dua, tiga, dan empat. Yang empat ada tiga waktu, dan satu waktu dari tiga itu terpisah.
Bayangkan jika semua rakaat shalat sama. Selain bosan, mungkin banyak orang yang akan lupa: “Tadi shalat apa, ya?”
Warna kulit manusia di satu benua dengan lainnya juga berbeda. Begitu pun budaya, bahasa, makanan, iklim cuaca, dan lainnya.
Dan satu lagi: tentang suasana hati manusia. Ada kalanya suka, ada kalanya duka. Ada kalanya orang tertawa gembira, dan ada kalanya menangis karena sedih. Begitu pun dengan keadaan fisik: sakit dan sehat.
Wujud manusia pun berubah mengikuti guliran waktu: sebagai bayi, anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, dan akhirnya tua.
Hidup ini berirama. Apa itu irama? Yaitu, ritme yang teratur: ritme siang dan malam, ritme suka dan duka, ritme sehat dan sakit, dan seterusnya.
Hidup menjadi tidak membosankan. Selalu ada harap di saat takut. Selalu ada bahagia setelah sedih. Selalu ada sehat setelah sakit. Selalu ada cinta setelah benci. Semua datang dan pergi silih berganti.
Betapa indahnya kreasi hidup yang Allah ciptakan ini. Anugerah Allah berikan bukan seperti permainan monopoli: diterima sekaligus.
Anugerah atau nikmat Allah berikan mengikuti irama hidup yang dilalui anak manusia. Ada nikmat untuk ukuran semasih bayi, semasih anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, dan tua.
Tetaplah menjaga rasa syukur dan sabar di setiap guliran hidup ini. Jangan terlalu bersedih di saat irama duka, dan jangan terlalu tertawa di saat irama bahagia. Karena memang, semuanya hanya irama.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan dirimu, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Yang demikian itu sungguh mudah bagi Allah.
“Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput darimu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu…” (QS. Al-Hadid: 22-23)