ChanelMuslim.com- Allah subhanahu wata’ala menganugerahkan surga karena rahmatNya. Dan menyediakan neraka karena keadilanNya.
Hukum dan keadilan tak ubahnya seperti dua sisi wajah dalam satu koin. Tak bisa dipisahkan. Hukum Allah adalah salah satu keadilanNya yang wujud di muka bumi ini.
Hukum dan keadilan Allah adalah sebuah keniscayaan. Pasti dan tidak perlu diragukan lagi. Meskipun kadang nalar manusia tak sanggup menjangkaunya.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa dalam hukum waris, bagian wanita separuh dari pria. Padahal sama-sama anak kandung. Padahal sama-sama memiliki kewajiban yang sama terhadap orang tua.
Sebagian jawaban menjelaskan, pria dan wanita tidak dilihat dari posisinya sebagai anak. Tapi dilihat dari tanggung jawabnya secara hukum di sisi Allah terhadap yang dipikulnya.
Pria bertanggung jawab penuh terhadap keluarganya, sementara wanita tidak. Meskipun di dunia, dua-duanya memiliki kontribusi yang sama terhadap keluarganya.
Dengan kata lain, harta warisan adalah anugerah Allah yang diberikan kepada hambaNya yang pria dan wanita untuk melanjutkan kehidupan seterusnya. Bukan anugerah dari orang tua kepada anak-anaknya.
Baik sangkalah kepada Allah. Patuhi apa yang sudah Allah putuskan dalam hukumNya. Karena di situlah keadilan yang sebenarnya.
Begitu pun dalam hukum pidana. Ada pertanyaan, kenapa hukum Allah begitu kejam. Ada hukuman qhishash. Ada hukuman rajam. Ada hukuman cambuk. Ada potong tangan, dan seterusnya.
Sebagian jawaban menjelaskan, jangan lihat individu pelaku terhadap hukumannya. Tapi, lihatlah jutaan orang yang diselamatkan dari hukuman itu.
Seorang pembunuh yang dihukum qishash, atau seorang pencuri yang dihukum potong tangan; tak ubahnya seperti benalu kecil yang dibuang dari induk pohon yang besar dan berbuah banyak.
Jutaan orang akan terselamatkan dari seorang pembunuh. Dan jutaan orang akan terselamatkan dari pencuri kawakan. Terselamatkanlah nyawa dan harta mereka. Juga terselamatkan jiwa mereka dari kemungkinan mengikuti jejak kejahatan yang sama.
Yang menarik di antara hukuman pidana adalah tentang rajam dan cambuk. Rajam untuk pelaku zina yang sudah menikah. Dan cambuk untuk pelaku zina yang belum menikah. Kenapa harus berbeda, padahal korbannya menderita kerugian yang sama.
Sebagian jawaban menjelaskan, lagi-lagi yang menjadi fokus adalah jutaan orang yang harus diselamatkan. Bukan pada pelaku dan korbannya.
Pelaku yang sudah menikah bisa menyalurkan hasrat kepada istrinya. Sementara yang belum menikah tidak bisa. Pelanggaran pelaku yang sudah menikah juga menzalimi istrinya yang mestinya mendapat hak dari suaminya. Sementara yang belum menikah tidak.
Jangan bayangkan pidana zina ini hanya dalam kasus pemerkosaan. Justru yang jauh lebih besar dari itu, adalah zina yang dilakukan suka sama suka. Rusaklah nasab umat manusia karena kasus ini. Dan hancurlah nilai-nilai rumah tangga jika pelakunya mereka yang sudah menikah.
Nalar manusia tidak mampu menghasilkan keadilan seperti ini. Karena salah satu dasar hukum manusia adalah ada yang dirugikan. Sehingga manusia pun tidak menghukum perzinahan, karena dirasa tidak ada pihak yang dirugikan. Toh dilakukan karena suka sama suka.
Seolah perzinahan menjadi pelanggaran ringan dan biasa. Padahal di sisi Allah sangat luar biasa.
Begitu pun tentang keadilan untuk diri kita sendiri. Keadilan diri kita terhadap Allah, terhadap keluarga, terhadap amanah pekerjaan, bahkan terhadap orang-orang yang kita benci.
“Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak mampu berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” [Mh]