ZUHUD merupakan sikap mental kita untuk selalu memprioritaskan balasan dari Allah. Dan itu bisa dimulai pelajarannya dari rumah kita sendiri.
Dalam Islam, kita mengenal istilah zuhud. Kadang kita mengetahui sesuatu tapi pengamalannya menjauhi dari pengetahuannya.
Contoh, para orang tua menyediakan ponsel untuk hampir seluruh anggota keluarganya. Tapi tidak menyediakan mushaf Al-Qur’an untuk masing-masing orang.
Contoh lain, sebagian kita mungkin lengkap dengan berbagai koleksi busana. Tapi sangat apa adanya dengan mukena. Padahal busana itu yang biasa dikenakan untuk menghadap Allah subhanahu wata’ala.
Contoh lain lagi, kadang orang tua begitu memperhatikan ruangan-ruangan kelengkapan keluarga. Seperti, ruang tidur, ruang belajar, ruang dapur, ruang keluarga, bahkan ruang hiburan. Tapi, abai dengan ruang musholah.
Dalam sisi yang lain, orang tua kadang begitu perhatian dengan kompetensi anak-anak agar masa depannya cerah. Misalnya, kemampuan akademis, kemampuan bahasa Inggris, aneka skill, dan lainnya.
Tapi, abai dengan kemampuan anak-anak untuk mampu membaca Al-Qur’an dengan baik. Apalagi hafalannya.
Zuhud merupakan sikap mental kita untuk selalu memprioritaskan balasan akhirat daripada yang akan bisa didapat dari dunia.
Dalam praktik yang sederhana. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan, “Zuhudlah kalian terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintai. Zuhudlah kalian terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya mereka akan mencintai.” (HR. Ibnu Majah)
Hal ini bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Misalnya, porsi makanan untuk dua orang, bisa dinikmati untuk tiga orang. Bukan karena pelit, tapi karena membiasakan anak-anak untuk belajar zuhud.
Dan hal itu tentu harus dimulai dari ayah ibu sendiri. Yaitu, memperlihatkan kepada anak-anak bahwa jatah makanan atau minuman orang tua lebih diutamakan untuk anak-anak. Bukan sebaliknya.
Termasuk ketika anak-anak sudah tumbuh dewasa. Biarkan semua jerih payah, tenaga, uang, dan lainnya lenyap begitu saja demi balasan dari Allah. Dan jangan diutak-atik pengorbanan itu dengan harapan anak-anak mau balas jasa.
Tampakkan kepada anak-anak bahwa orang tua selalu siap membantu, apa pun yang mereka butuhkan. Dan jangan tampakkan kekecewaan, kesedihan, apalagi penyesalan. Karena semua yang dikorbankan itu memang sudah diikhlaskan demi balasan dari Allah.
Nilai zuhud dalam keluarga adalah ketika semangat anggota keluarga untuk selalu mengutamakan pahala dari Allah. Bukan untuk benefit diri sendiri. [Mh]