ADA dua interaksi positif: suka dan cinta. Meski ada kemiripan, suka dan cinta sebenarnya berbeda.
Orang biasa mengatakan, “Saya suka duren.” Ada lagi yang mengatakan, “Saya suka nonton film Korea.” Dan lainnya.
Tapi, jarang yang mengatakan, “Saya cinta duren.” Atau, “Saya cinta film Korea.”
Lantas, di mana perbedaannya? Jawaban inilah yang akan bermanfaat jika diterapkan dalam hubungan persaudaraan kita.
Suka berbeda dengan cinta. Suka merupakan ungkapan hati untuk antusias menikmati hal yang disukai. Orang yang suka duren berarti ia begitu menikmati makan duren. Begitu pun dengan yang suka nonton film Kore yang begitu menikmati tontonan itu.
Tapi, hanya sebatas yang dirasa menguntungkan saja. Ia akan makan duren jika sudah tersaji. Tapi, tidak berkeinginan keras mengorbankan uang untuk membeli.
Berbeda dengan cinta. Jika ia cinta duren, berarti ia akan bersikeras mengorbankan yang ia miliki untuk bisa menikmati duren. Meskipun pengorbanannya mahal.
Ada pria yang suka dengan wanita, dan begitu sebaliknya. Jika hanya sebatas suka, hal itu sudah menjadi fitrah atau dorongan insting lawan jenis. Mungkin karena prianya tampan atau wanitanya cantik.
Tapi ketika pria atau wanita yang disukai itu tidak merespon, maka rasa suka pun lenyap begitu saja.
Berbeda dengan cinta. Jika seorang pria cinta wanita, maka ia akan siap mengorbankan yang dimiliki untuk bisa bersama si wanita. Begitu pun sebaliknya.
Jadi, rasa cinta menstimulasi potensi untuk bisa dikerahkan semaksimal mungkin untuk yang ia cintai. Kalau rasa suka hanya sambil lalu saja. Kalau pun pada derajat lebih tinggi, rasa suka hanya sebatas respon wajar karena mendapatkan keuntungan atau kesenangan.
Namun jika keuntungan atau kesenangan itu tidak lagi ada, maka rasa suka pun lenyap begitu saja.
Dalam dunia persaudaraan atau ukhuwah, suka dan cinta kadang tersamarkan. Meskipun sejatinya, ukhuwah itu terbangun atas cinta, bukan sekadar suka.
Dalam dunia ukhuwah, jika ada seseorang yang terus memuji, selalu mendekat, bahkan siap membantu; baiknya pastikan dulu apakah itu ungkapan cinta atau hanya sekadar suka.
Karena persaudaraan yang didasari cinta akan terus langgeng, apakah ada sesuatu yang bisa dinikmati atau tidak. Sementara jika hanya rasa suka, sebatas pada yang bisa dinikmati saja. Jika kenikmatan atau keuntungannya tidak ada, maka lenyap pula rasa suka.
Yang harus ditanamkan dalam diri, bahwa kita mencintai saudara kita karena cinta, bukan sekadar suka. Semangat cinta adalah semangat untuk memberi, sementara semangat suka hanya sebatas untuk menerima.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah sempurna iman di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari Muslim) [Mh]