COBAAN hidup susah memang berat. Tapi, begitu pun sebenarnya cobaan senang.
Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ada seorang sahabat yang pernah mengalami dua cobaan dalam hidupnya. Cobaan hidup sangat susah, dan cobaan hidup sangat senang. Tapi, ia menangis ketika mengalami cobaan yang terakhir itu.
Ia bernama Khabbab bin Al-Arat radhiyallahu ‘anhu. Ia tergolong sahabat Nabi yang pertama masuk Islam, berasal dari kalangan budak.
Majikannya seorang wanita bernama Ummu Anmar. Meski wanita, ia begitu kejam ketika mengetahui ada budaknya yang masuk Islam.
Ia pun menyiksa Khabbab dengan siksaan yang sangat mematikan. Ia pernah menceritakan ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan rasanya, ia ingin agar Allah mempercepat ajalnya.
Tapi, Rasulullah melarangnya berdoa meminta kematian. Rasul meminta agar Khabbab sabar dan mendoakannya agar Allah memberikannya pertolongan.
Waktu pun berlalu. Allah memberikan kemenangan dan kejayaan untuk umat Islam. Di masa khulafaur rasyidin, Khabbab justru hidup dalam keadaan sebaliknya ketika masih tinggal di Mekah di awal dakwah dahulu.
Ia tinggal di Kufah untuk mengajarkan generasi muda tentang Islam. Sebelumnya, ia mengikuti begitu banyak peperangan, sejak di masa Rasulullah hingga para sahabat.
Di Kufah, Khabbab hidup kaya. Hartanya diperkirakan sebesar 80 ribu dirham, atau setara dengan 24 miliar rupiah. (1 dirham setara dengan 2,94 gram perak murni yang kira-kira senilai dengan 300 ribu rupiah)
Tapi, ia tidak merasa nyaman dengan hidup kaya. Ia kerap menangis ketika mengingat para sahabat Nabi yang wafat di masa masih susah. Misalnya, Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu yang dimakamkan dengan kafan yang sangat minim, tidak cukup untuk menutupi tubuhnya.
Karena itu ia berwasiat, untuk diberikan kain kafan seperti kafannya Hamzah, paman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang hanya terbuat dari kain burdah yang kasar berwarna abu-abu.
Khabbab juga tak pernah menyimpan uangnya itu di tempat tersembunyi. Ia bahkan mengumumkan di mana uangnya disimpan. Dan, mempersilakan siapa pun yang mau untuk mengambilnya.
“Uangku tak pernah aku tutupi dengan sehelai benang pun. Jika kalian mau, mintalah, aku akan memberikannya dengan senang hati,” ucap Khabbab kepada para sahabat.
Khabbab khawatir kalau hidup senang yang saat itu ia alami akan mengurangi pahalanya saat hidup susah dahulu ketika bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hingga menjelang ajalnya, Khabbab masih menangisi keadaannya itu. Ia khawatir kalau hartanya itu akan mengurangi balasan Allah di akhirat kelak.
Khabbab bin Al-Arat wafat di usia 73 tahun di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Shalat jenazahnya diimami langsung oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib.
**
Iman yang kuat seseorang akan menghantarkan alarm khusus tentang keadaan hidupnya. Hatinya akan gelisah ketika ‘bahaya’ godaan itu sudah mengepungnya.
Jangan salah paham dengan cobaan Allah: susah atau senang. Kehidupan susah adalah musibah, begitu pun kehidupan senang.
Bahkan tidak jarang, seseorang tetap istiqamah ketika diuji susah, tapi tidak begitu ketika diuji senang. Berhati-hatilah dengan ujian senang, karena boleh jadi, ia jauh lebih ‘menjebak’ dari ujian susah. [Mh]





