Bagaimana prosedur perceraian untuk pernikahan siri?
Pertanyaan:
Sejujurnya saya posisi bingung, saya menikah siri dengan suami kedua ini. Niatnya mau meresmikan pernikahan tapi dengan satu syarat, yaitu harus mengutamakan suami padahal selama ini saya hanya mengurusi, sedang anak saya usia 20 tahun dan 16 tahun, gimana-gimanakan masih butuh saya kadang kala.
Tapi kayaknya suami tidak suka. Nah apakah pernikahan ini saya pertahankan atau saya sudahi karena saya mempunyai anak dari pernikahan awal dan gak mungkin saya masa bodoh dalam membimbing anak-anak saya menuju masa depan hingga mereka dewasa.
Baca Juga: Mengenal Gray Divorce Ketika Perceraian Terjadi di Usia Senja
Prosedur Perceraian untuk Pernikahan Siri
Jawaban:
Oleh: Praktisi Hukum Rosalita Chandra, S.H., M.H
Wa’alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh
Terimakasih atas pertanyaannya.
Memutuskan untuk bercerai atau tidak adalah pilihan mandiri Ibu yang sebaiknya dikonsultasikan lebih dulu kepada ahli agama dan psikolog. Tujuannya untuk mendapatkan jawaban terbaik yang komprehensif.
Dari sisi hukum perkawinan di Indonesia, ada dua hal yang dapat menjadi pembahasan atas pertanyaan Ibu yaitu mengenai bagaimana prosedur bercerai dalam perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (dikenal dalam masyarakat sebagai nikah siri) dan apa saja akibatnya.
Pada prinsipnya jika menikah secara agama tanpa dicatatkan di KUA, prosedur bercerainya juga dilakukan melalui syariat agama yaitu dengan talak.
Namun dalam beberapa kasus dengan alasan tertentu, ada pasangan yang memilih untuk bercerai di Pengadilan Agama. Misalnya untuk memperoleh kepastian hukum dan mendapatkan dokumen yang sah. Untuk hal ini, maka pengajuan perceraian dilakukan dengan memohonkan itsbat nikah terlebih dahulu.
“Itsbat nikah” adalah pengesahan nikah seorang laki-laki dan perempuan muslim yang pernikahannya telah dilaksanakan dan memenuhi syarat rukun perkawinan namun tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Dalam hal perceraian, permohonan itsbat nikah dapat diajukan bersamaan dengan gugatan perceraian atau permohonan talak dalam satu pengajuan ke Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggal istri.
Mengenai akibat dari perceraian, jika dilakukan secara syariat agama dan tidak melakukan itsbat nikah lebih dahulu, maka istri dan anak-anak yang dilahirkan dalam pernikahan siri akan kehilangan hak-haknya menurut hukum negara.
Hak yang dimaksud mencakup hak istri untuk menuntut bagian harta bersama, nafkah iddah, mut’ah dan nafkah anak-anak.
Namun demikian, jika pasangan ini benar-benar mentaati syariat Islam, maka suami akan tetap menanggung nafkah istri dan nafkah anak-anak. Walaupun tidak ada putusan pengadilan yang mewajibkan suami untuk menanggungnya.
Berbeda halnya jika perceraian dilakukan melalui Pengadilan Agama. Majelis hakim akan dapat mewajibkan suami untuk menanggung nafkah istri dan anak-anaknya.
Kemudian istri juga dapat menuntut bagiannya atas harta bersama. Untuk penjelasan lain mengenai nikah siri, lihat juga tulisan sebelumnya mengenai “Nikah Siri di Tengah Pandemi Bukan Solusi” dan “Kewajiban Nafkah dalam Pernikahan Siri”.
Demikian jawaban kami, yang ditujukan hanya untuk kepentingan pendidikan keluarga atas isu-isu hukum dan bukan merupakan pendapat atau nasehat hukum yang diberikan dalam rangka hubungan antara Advokat dengan Klien.
Materi pada tulisan ini terdapat kemungkinan tidak berlaku atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang ada akibat peraturan perundangan yang berubah atau dinyatakan tidak berlaku, sehingga tetap diperlukan penelusuran peraturan perundangan untuk memastikan keberlakuan hukumnya secara tepat.
Semoga bermanfaat.