KISAH Usamah bin Zaid radhiyallahu anhu yang selalu memenuhi permintaan ibunya ini bisa menjadi inspirasi bagi kita dalam berbakti kepada orang tua.
“Usamah apa yang engkau lakukan? padahal engkau tahu pokok kurma kini harganya menjadi seribu dirham.” Usamah dengan amat ringan menjawab,
“Ibuku menghendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti memberikannya.”
Itulah akhlak Usamah terhadap ibunya. Apa saja permintaan sang bunda, tidak ada kamus penolakan untuk memenuhi keinginan wanita yang telah melahirkannya itu.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, harga sebuah pokok kurma sedang mahal-mahalnya.
Pokok kurma, menjadi komoditas yang paling dicari. Sebab harga pokok pohon kurma saat itu bisa mencapai seribu dirham. Sebuah harga yang amat tinggi dengan keuntungan yang amat besar.
Bagian pangkal kurma ini berwarna putih, berlemak dan bisa dimakan dengan madu. Orang-orang akan memperebutkannya untuk dijual demi keuntungan yang besar.
Akan tetapi, ada satu anak muda yang melihat ada keuntungan lain yang jauh lebih besar.
Baca Juga: Pola Asuh Usamah bin Zaid, Panglima Perang Rasulullah
Kisah Usamah yang Selalu Memenuhi Permintaan Ibunya
Adalah Usamah bin Zaid, kemudian bergegas menuju pohon kurmanya. Lantas, ia menebang pohon kurma itu dan mencabut bagian akarnya.
Jika orang lain akan segera menuju ke pasar, lain halnya dengan Usamah. Ia membawa pangkal kurma yang mahal itu ke rumah ibunya dan memberikannya kepada sang bunda.
Melihat perlakuan Usamah, para sahabatnya merasa keheranan.
“Usamah apa yang engkau lakukan? Padahal engkau tahu pokok kurma kini harganya menjadi seribu dirham.”
Usamah dengan amat ringan menjawab, “Ibuku menghendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti memberikannya.”
Itulah akhlak Usamah terhadap ibunya. Apa saja permintaan sang bunda, tidak ada kamus penolakan untuk memenuhi keinginan wanita yang telah melahirkannya itu.
Usamah adalah panglima perang muda yang berumur 17 tahun saat ditunjuk Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam mengemban amanah berat itu.
Ibunya adalah Ummu Aiman. Salah satu sahabiyah yang cukup disegani.
Adakah hari ini Usamah-Usamah lain? Yang bergegas segera ketika sang bunda meminta sesuatu atau meminta tolong sang anak melakukan sesuatu?
Mungkin kita harus berkaca kepada Usamah. Betapa baktinya kepada ibunya mengalahkan keuntungan seribu dirham di depan mata.
Kita tentu paham jika saat kita kecil dulu termasuk saat kita belum mengingatnya, seorang ibu akan rela mendahulukan sang anak dan mengabaikan kebutuhannya.
Seorang ibu mungkin lupa cara berdandan karena setiap hari harus menggendong sang anak, mengganti popok, membersihkan bekas air kencing, menyusui dan menemani sang anak bermain seharian.
Dunia digital semakin menambah godaan panjang dalam berbakti kepada ibu.
Gawai (gadget) kini telah merenggut banyak waktu kita dibanding waktu untuk sekadar mengajak sang ibu berbicara, mendengar apa yang ibu lakukan seharian ini, sembari berbaring manja di pangkuan ibu untuk mengeluhkan pekerjaan-pekerjaan kita.
Ada keutamaan besar tentu saja dalam agama ini dalam berbakti kepada ibu dan ayah kita. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata,
“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ‘Amalan apa yang paling dicintai Allah?’ Beliau menjawab, ‘Shalat pada waktunya.’
Aku melanjutkan, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Berjihad di jalan Allah’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hierarki, berbakti kepada ibu dan ayat senilai besarnya dengan shalat tepat waktu dan jihad di jalan Allah Subhanahu wa taala.
Dalam hadis lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menegaskan betapa besar bakti kepada ibu dan bapak senilai dengan jihad.
Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lalu meminta kepada beliau untuk berjihad.
Maka beliau bersabda, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” ia menjawab, “Ya.” Beliau pun bersabda, “Maka bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada keduanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Lalu, dengan begitu besarnya keutamaan berbakti kepada ibu dan ayah, masihkah kita menyia-nyiakan kesempatan besar untuk berbakti ini?[ind]