WARISAN merupakan peninggalan ayah untuk anak-anaknya. Sayangnya, tak banyak yang tahu warisan apa yang terbaik untuk anak-anak.
Ada yang menarik dari bagian hidup Khalifah Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu. Selain tidak mau menggunakan fasilitas negara, Umar begitu ketat menjaga kesolehan anak-anaknya.
Sejatinya seorang khalifah yang berkuasa di hampir separuh dunia, fasilitas yang mengiringinya tentu sangat memadai. Tapi, semua itu tak ia ambil.
Ia dan keluarga tidak tinggal di istana. Khalifah Umar bersama istri dan 13 anaknya tinggal di rumah seadanya. Tak ada pengawalan, tak ada fasilitas pejabat yang ingin ia terima.
Hal ini bertolak belakang dengan para pejabat gubernur yang menjadi bawahannya. Tapi, Umar tak peduli dengan keadaan mereka.
Pernah ketika Idul Fitri, Umar mendapati anaknya dengan busana yang lusuh. Rasanya tak pantas untuk anak seorang khalifah.
Umar meminta maaf ke anaknya. Tapi, anaknya justru menyemangatinya untuk terus dalam kesederhanaan. Ia pun mencium kening anaknya itu.
Anak-anaknya yang sudah menikah, sama sekali tidak ingin ‘aji mumpung’. Bukannya mereka hidup mewah di istana, justru, mereka pindah rumah ke daerah pinggiran untuk menghindari fasilitas yang ditawarkan.
Pernah ada yang bertanya ke Umar bin Abdul Aziz: “Kenapa Anda tidak menyiapkan warisan yang layak untuk anak-anak Anda?”
Umar menjawab, “Kalau mereka orang-orang soleh, Allah sudah menjamin hidup mereka. Tapi kalau mereka tidak soleh, justru harta akan menjadi sarana maksiat di tangan mereka.”
Begitulah Umar bin Abdul Aziz. Meski hanya menjabat sekitar dua setengah tahun, ia telah mewariskan perubahan besar untuk umat saat itu. Bahkan kesejahteraan yang luar biasa untuk semua orang. Hingga saat itu, orang sulit untuk memberikan zakat ke orang yang layak.
Pernah Khalifah Umar mengumpulkan anak-anaknya. Ia menasihati mereka tentang apa yang ada dalam pikirannya.
“Ada dua pilihan yang bisa ayah ambil. Pertama, ayah memberikan kalian kemewahan, tapi ayah akan masuk neraka. Dan kedua, ayah memberikan kalian hidup sederhana, dan ayah akan masuk surga. Terus terang, ayah akan memilih yang kedua,” begitu kira-kira yang diucapkannya.
Benar saja. Setelah Umar bin Abdul Aziz wafat, anak-anaknya tumbuh menjadi orang-orang yang soleh dan hidup berkecukupan. Di antara mereka, ada yang menjadi ulama besar seperti Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz.
Dialah yang pernah menasihati ayahnya ketika akan tidur sejenak karena merasa lelah batin setelah ditunjuk sebagai khalifah. Padahal, ia sangat tidak tertarik untuk menjadi khalifah.
Abdul Malik yang berusia 15 tahun saat itu mengatakan, “Apa ayah yakin akan masih hidup sampai bangun tidur nanti. Padahal, di pundak ayah sudah terpikul amanah sebagai khalifah.”
Kata-kata itu, sontak membuat Umar kehilangan rasa lelah dan kantuknya. Ia pun langsung bersemangat untuk mengurus umat.
**
Warisan mencerminkan mutu orang tua. Sesuatu yang paling bernilai menurut orang tua, sesuatu itu pula yang diwariskannya untuk anak-anak.
Betapa banyak, anak-anak yang diwariskan orang tuanya dengan ilmu yang ‘ala kadarnya’. Sementara, mereka mendapatkan harta yang memadai. Tidak heran jika warisan hanya digunakan untuk hal yang biasa saja. Bahkan untuk keburukan.
Teladanilah apa yang telah diwariskan uswatun hasanah kita untuk istri, anak, menantu, dan cucu-cucunya. Hanya iman dan ilmu.
Tapi justru dengan yang ‘sedikit’ itulah, mereka hidup menjadi orang-orang besar dan hebat. [Mh]




