ChanelMuslim.com – Kisah Umar bin Khattab bimbang mengambil keputusan setelah mendengar kisah dari pemuda lusuh yang telah membunuh seseorang. Di sisi lain, anak korban meminta Umar menegakkan keadilan terhadap pemuda yang telah membunuh ayah mereka.
Baca Juga: Kisah Umar bin Khattab Memanggul Tepung dan Minyak
Alasan Pemuda Lusuh Membunuh Seorang Laki-laki Tua
Dilansir channel telegram Kisah-kisah Hikmah yang diambil dari kitab I’laamun Naas Bi Ma Waqa’a Lil Baramikah, suatu hari, Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi.
Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu. Tiba-tiba, datanglah tiga orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.
Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang merupakan kakak beradik itu berkata, “Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!”
“Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai hukuman atas kejahatan pemuda ini!,” kata yang lain.
Umar segera bangkit dan bertanya, “Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka, wahai anak muda?”
Pemuda lusuh itu menunduk penuh sesal dan berkata, “Benar, wahai Amirul Mukminin.”
Umar pun meminta menceritakan kejadiannya secara jelas. Pemuda lusuh bercerita bahwa dirinya datang dari pedalaman yang jauh, kaumnya memercayakan dirinya untuk suatu urusan transaksi agar diselesaikan di kota ini.
Namun, sesampainya di kota ini, ia mengikat untanya pada sebuah pohon kurma lalu ditinggalkannya unta itu. Begitu kembali, pemuda itu sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untanya.
Ternyata, unta si pemuda terlepas dan merusak kebun milik laki-laki tua itu. Melihat untanya disembelih, si pemuda sangat marah dan segera mencabut pedangnya serta langsung membunuh dia (lelaki tua tadi) yang merupakan ayah dari kedua pemuda ini yang meminta Umar menegakkan keadilan.
Baca Juga: Wafatnya Umar bin Khattab pada Waktu Shubuh
Umar Ingin Membayarkan Denda
Pemuda yang ayahnya terbunuh berkata, “Wahai, Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami bisa mendatangkan saksi untuk itu.”
“Tegakkanlah hukuman Allah atasnya!” timpal pemuda yang lain.
Umar tertegun dan bimbang mendengar cerita si pemuda tadi.
“Sesungguhnya, yang kalian tuntut ini pemuda saleh lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat,” kata Umar.
“Izinkan aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat (tebusan) atas kematian ayah kalian,” lanjut Umar.
“Maaf Amirul Mukminin. Kami sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan ridha jika jiwa belum dibalas dengan jiwa.”
Umar makin bimbang. Di hatinya, ia telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya amanah, jujur, dan bertanggung jawab.
Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata,
“Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash atasku. Aku ridha dengan ketentuan Allah,” ujarnya dengan tegas.
“Namun, izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku akan kembali untuk diqishash,” lanjut si pemuda lusuh itu.
“Mana bisa begitu?” kata kedua pemuda yang ayahnya terbunuh.
“Nak, tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?” tanya Umar. [Cms]
(Bersambung pada bagian kedua)