ChanelMuslim.com–Saya sudah pernah mati satu kali. Kemarin, kesibukan kerja membuat saya shalat ashar di akhir waktu. Malamnya, kemacetan Jakarta saya tembus dengan sabar dan penuh harapan kalau besok (22 — 25 Desember 2018) liburan dan bisa road trip bersama keluarga
Pagi itu 22 Desember, kami menyiapkan semua kelengkapan liburan dari mulai pakaian renang, mainan hingga bola kaki, semua kami ringkas dan masukkan ke dalam mobil. Pagi itu, kami sempat bimbang apakah pergi ke arah Rawapening, Jawa Tengah, ke Situ Gunung Sukabumi atau ke arah Anyer, Banten. Setelah melihat Waze dan memperkirakan waktu perjalanan, akhirnya kami putuskan untuk berlibur ke Anyer dan sekitarnya.
Siang itu, kami berangkat dengan gembira walaupun di tengah rintik hujan ke arah Anyer, mertua perempuan saya memutuskan untuk ikut serta. Ditambah kabar baik lagi kakak ipar saya menyusul dan akan bertemu di tempat makan siang di daerah Serang.
Petualangan dimulai….
Karena berangkat siang, jalan sudah ramai dan akhirnya saya dan kakak ipar bergabung di titik Masjid al Muttaqien Pandeglang. Setelah shalat dzuhur dan ashar, kami makan siang di rumah makan KD di jalan Pandeglang – Labuan. Siang itu, kami putuskan untuk menginap di seputaran Tanjung Lesung, karena rasanya sudah sering kali ke Carita atau Anyer..
Perjalanan menuju Tanjung Lesung berlangsung lancar dan singkat, tetapi karena kami sudah pernah piknik ke sana sebelumnya, dan hotel yang tersisa hanya hotel Tenda saja, akhirnya kami memutuskan untuk pergi lebih jauh lagi ke arah taman nasional Ujung Kulon, akhirnya dua mobil petualang pun beriringan menuju Cinibung, Kecamatan Sumur.
Jalan menuju Cinibung dari arah Tanjung Lesung sebagian rusak sebagian baik.. tetapi mostly rusak. Dari awal rute Tanjung Lesung Cinibung kami berjalan tepat di pinggir pantai dengan segala keindahan pemandangannya,.. walaupun langit berawan banyak, tapi hari itu pemandangan sangat indah. Tidak jauh dari Tanjung Lesung, kita bisa langsung melihat Krakatau dari kejauhan yang saat itu sedang berasap cukup tinggi seperti biasanya,… hanya bisa berkata Masya Allah,.. indah sekali sore ini,… kami berhenti sebentar untuk selfie dan mengambil foto pemandangan yang indah itu.
Perjalanan kami lanjutkan ke arah Sumur,.. lagi-lagi, kanan jalan tepat di tepi pantai, sementara kiri jalan kebanyakan kebun kelapa dan beberapa rumah semi permanen warga …. jalanan rusak parah sepanjang kira-kira 10 km….. dan karena hari mulai senja langit lembayung dengan cahaya kuningnya membuat kami terhipnotis dan otomatis berhenti untuk memotret keindahan pantainya,.. memang ombak cukup keras di pantai daerah Sumur itu….. .. ..
Sebelum maghrib, kami sampai di kota Kecamatan Sumur, ada 2 gedung tinggi yang kami lihat,.. keduanya tempat sarang walet,.. sementara pasar malam sedang berlangsung, keriuhan hampir tidak ada karena kami memasuki daerah Sumur sebelum maghrib, tapi jelas keramaian pasti heboh sehabis maghrib karena kemeriahan lampu-lampu dan bianglala serta komidi putar tetap berkedip-kedip mengundang anak-anak dan dewasa untuk sekadar berbagi kebahagiaan, yang saya ingat warna lampu bianglalanya kebanyakan berwarna ungu..
Perjalanan berlanjut melewati Tanjung Sumur disambut dengan tulisan “Welcome to Sumur ” di Plaza Lengkung tempat keramaian anak muda di malam minggu. Penginapan kami masih sekitar 1-2 km lagi,.. sekitar 10 menit, kami sudah sampai di penginapan. Semburat lembayung senja memayungi golden hour senja itu, indah sekali, sungguh …
Penginapan kami bernama Cinibung Resort, kamar kami nomor 12 langsung menghadap indahnya pantai Cinibung, setelah bebersih karena jauhnya perjalanan saya dan anak pertama saya shalat maghrib berjamaah sekaligus mengambil shalat Isya, suara ombak berdebum ritmik dipayungi sinar bulan purnama,.. Masya Allah indah sekali….
Saya, anak sulung saya dan Kakak Ipar saya berjalan di pinggir pantai untuk melihat-lihat, walaupun gelap tapi karena purnama jelas terlihat laut dan pantainya,.. lalu kami bersiap untuk istirahat dengan rencana untuk lanjut ke Taman Nasional Ujung Kulon di esok harinya …..
Jam 20.40.. (jam terakhir saya terlihat online di WA)…
Di sela-sela kantuk, tiba-tiba terdengar suara raungan pesawat jet komersial dari kejauhan…. Bgrgrgrrgrgrrr.. suaranya tidak menjauh bahkan mendekat, tetapi tidak seperti pesawat yang segera hilang suaranya,.. dada saya berdetak keras, apakah ini.. ???..
….. tik tok tik tok … suara itu nggak hilang juga.. 1 menit mungkin sudah berlalu…
Saya beranikan keluar kamar bersama si sulung untuk melihat ada apa di luar …
Ombak tetap berdebum seperti biasa tetapi… di kejauhan terlihat ada ombak yang besar… BESARRR… dan tingginya buih terlihat jelas di bawah purnama, .. sontak adrenaline mengalir deras di darah kami, dan kami langsung berteriak,.. TSUNAMIIII…….
Saya lari ke belakang resort untuk melihat apa ada tempat untuk melarikan diri…. tidak ada.. !!! kalaupun ada, butuh lebih dari 15 menit berlari untuk mencapainya. Di tengah situasi itu, yang saya pikirkan adalah bagaimana bisa bertahan hidup dan bertahan dari terjangan OMBAK BESARRR ituu…
Hanya satu yang terpikir, … take shelter, take shelter,… dan………….. teringat ayat Al Quran yang paginya kami baca berulang,….. Arrahman,.. ayat 26 – 27 – 28…. Kullu man aalayhaa faan,…… sesungguhnya segala yang ada di dunia akan binasa, .. wa yabka wajhu Rabbika dzuljalaalii wal ik raam.. tetapi wajah Tuhan-Mu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal… fabiayyi alaa iRobbikuma tukazzibaan,…..
20 detik terpanjang dalam hidup saya,..
Saya bangunkan istri dan anak serta mertua saya, saya suruh semua masuk ke kamar mandi karena cukup besar dan ada tulang-tulang beton yang kuat memisahkan tempat bebersih dari pasir dan tempat mandi, saya angkat anak sulung saya masuk terlebih dahulu,.. istri saya, anak perempuan saya dan mertua masuk ruang mandi belakangan…..
Di hati terbersit, inilah ujung ajal saya sebagai manusia, anak-anak saya punya takdir, istri saya punya takdir,.. tidak cukup bekal yang saya kumpulkan selama ini untuk akhirat, hanya lafadz Istighfar dan tauhid yang ada di ujung lidah,.. semua tercekat …
Semua terlambat…
seperti gerakan lambat, sebelum sempat saya tutup ruang mandi,…..istri saya dan anak kedua saya terlambat masuk ruang itu,… saya melihat ombak bercampur pasir mendorong kakinya sehingga badan istri saya terlempar terbalik, saya tidak melihat di mana anak perempuan saya… dan air pun melayangkan saya mendekati langit-langit, terlepas juga pegangan anak pertama saya di belakang,..
Seperti slow motion gravitasi menurunkan saya kembali ke dasar ruangan dan ombak langsung surut,… tidak sampai 5 detik (for sure i dont know how long it actually last), dan saya mendengar teriakan istri, anak dan mertua saya, saya pun berteriak agar mereka segera masuk ke ruangan.
Ombak pertama, listrik masih hidup.
Secara reflek, saya kembali melihat keluar ruangan dan terlihat ombak kembali akan menerjang,.. reflek saya berteriak,..
“awas ada lagi….”
kami berlima pun bersiap,.. gelombang kedua menerjang dengan segala sampah bawaannya… tapi tidak sebesar gelombang pertama,… listrik langsung mati,… melihat itu, saya pun langsung keluar untuk membuka jalan untuk anak istri saya,.. dan dari sebelah kamar terdengar teriakan kakak ipar saya dan istrinya,…
Ayo keluar, ayo keluar,.. segera kami keluar ke sebelah kiri dan menemukan mobil kami sudah terlempar lebih dari 20 meter dari tempat parkirnya di sebelah kamar kami, dan terlihat ternyata di belakang ada gundukan tanah yang sebelumnya saya tidak lihat,.. memang tidak begitu tinggi gundukan itu,… segera kami lari ke arah gundukan itu,.. tidak ada suara orang lain selain kami,.. .. kami seperti makhluk yang baru keluar dari kubur, saya hanya memakai celana pendek, istri saya memakai daster yang koyak, anak-anak dan mertua memakai baju tidur yang basah,.. tanpa alas kaki, tanpa tanda pengenal, tanpa jelas apakah akan ada ombak yang lebih besar lagi yang akan menyeret kami ke laut atau melempar kami ke lubang kubur, seperti dibangkitkan setelah mati,… tidak ada suara di kanan kiri kami, mungkin orang-orang sdh lari lebih dulu dari kami,…
mobil-mobil terlempar seperti sampah plastik,
Setelah sampai di gundukan tanah, gelombang ketiga datang,.. tidak sebesar yang kedua. Karena gelombang mengecil, kami segera berlari mendekati jalan raya, di seberang parit besar,.. bak diberikan jembatan khusus, sudah ada mobil yang bertengger terlempar di atas parit itu yang siap kami jadikan tempat menyeberang parit.
Tanpa menunggu lama, ada mobil lewat, 2 mobil truck dan 1 mobil 4×4 membawa motorcross…. mereka langsung mengangkut kami,… baru beberapa puluh meter berjalan,.. jalanan terhenti karena ada halangan, pohon tumbang dan atap-atap cottage yang terbawa ombak,..
Beberapa laki-laki termasuk kakak ipar saya turun ke jalan beramai-ramai menyingkirkan halangan tersebut,… tapi tiba-tiba ombak kembali datang … cukup tinggi walaupun tidak kencang, mobil yang kami tumpangi harus terus digas agar tidak mati karena tenggelam oleh air, ..
Beberapa saat kemudian air surut,.. di sebelah kanan ternyata ada tower torrent air besar yang seperti mercusuar, kokoh dan berada di belakang bangunan,..
Dari atas orang-orang berteriak,.. ayo naik ayo naik… hati-hati ada gelombang.. segera saya putuskan untuk naik ke menara tersebut, dan rupanya orang-orang tersebut ada yang langsung turun untuk membantu membawa anak-anak saya ke atas menara.
Sampai di atas, ternyata sudah ada bbrp belas orang, yang terdiri juga dari beberapa anak-anak,.. semua yang ada sangat membantu kami,.. ada anak muda yang berkaos kering, langsung memberikan kaosnya ke anak saya yang pertama, sehingga anak saya tidak kedinginan,… ada seorang perempuan muda, yang disebut-sebut “Mamita” memberikan jaketnya untuk anak perempuan saya (jaket itu masih saya simpan) ada yang meminjamkan HP sehingga saya bisa meminta dievakuasi, ada yang memberikan minuman sekadarnya agar tenggorokan kami tidak kering karena kami banyak menelan air laut…. sungguh mulia orang-orang ini, semoga Allah membalas segala kebaikan mereka dengan hidayah, pahala, serta ampunan yang berlimpah…
Setelah sekitar 30 menit sudah tidak ada ombak besar yang terlihat naik, anak-anak muda yang memberika bajunya untuk anak saya mengajak segera pergi dari tempat itu untuk mencari daratan yang tinggi,.. dan kami pun mengikuti, di dalam mobil avanza yang selamat masih bisa berjalan walaupun serba penyok dan kelistrikannya sudah mulai error karena terendam, kami berdesakan menuju tempat yang lebih tinggi,… mobil dipacu secepatnya sambil meliuk-liuk menghindari halangan-halangan pepohonan dan sisa-sisa runtuhan bangunan yang ada,.. sempat saya lihat ada avanza yang terlempar sampai ke semak-semak jauh dari pantai…
Sampailah kami di desa pengungsian pertama, desa Kopi, kecamatan Sumur, keadaan desa sudah sangat ramai, dengan motor, mobil dan lain sebagainya,.. mobil kami berhenti di depan rumah “Mbah Herman” (seingat saya, itu nama yang orang-orang sebutkan, semoga tidak salah..) di rumah ini, saya bak dijamu, semua baju kami digantikan oleh baju-baju terbaik keluarga Mbah, air hangat dan kopi segera terhidang, selimut, bantal, tikar segera disiapkan, sehingga kami tidak melewati malam itu dengan kedinginan,.. sungguh hanya cucuran air mata haru dan doa yang bisa saya isakkan diam-diam..
Pengungsian penuh dengan pengungsi..
Di rumah Mbah, ada puluhan orang yang mengungsi, tetapi yang terkena tsunami hanya kami bertujuh dan satu orang nelayan yang 2 jam berenang untuk menyelamatkan diri dari ganasnya ombak….
Sedihnya tinggal di pengungsian adalah ketika salah satu dari pengungsi masih mencari keluarganya dan belum ditemukan, dan rasanya penuh ketakutan karena ada saja yang berteriak “air naik – air naik”.. sangat ngeri rasanya jika mendengar orang berteriak,.. mungkin ini yang dinamakan trauma, .. ambulan bolak-balik di depan jalan hingga pagi,..
Tapi karena kebaikan Mbah,.. saya dan keluarga masih dapat tidur sedikit malam itu, dan anak-anak saya dapat tidur cukup nyenyak….
Azan subuh berkumandang, …
Assalatu khairuminannauum…… ini adalah shubuh yang paling syahdu buat saya,.. saya terbangun ditl tengah ruangan, saya lihat anak-anak dan istri saya selamat, dan masih tertidur,..
Di antara rintik hujan, saya berangkat ke masjid yang berada tidak jauh dari rumah Mbah ditemani oleh seorang pekerja yang juga sedang mencari temannya,… sampai masjid bagian shaf belakang penuh dengan pengungsi,.. saya pun shalat… sembari masygul, apakah ini bukan mimpi ? …. sungguh sangat syahdu pagi itu….
Matahari mulai menerangi kampung Kopi,.. sekitar jam 6 pagi, rombongan relawan pembawa bantuan logistik pun lewat. Yang pertama dari FPI lalu dari LPI (kalau tidak salah).. Rupanya, kampung Kopi tidak dijadikan tempat pengungsian utama, karena banyak korban di daerah Sumur, sehingga Cinangkalah yang dijadikan tempat pengungsian utama,… karena akses yang terputus, jalan depan rumah Mbah menjadi jalan utama menuju Sumur,.. pagi itu ada desas desus korban jiwa sudah mencapai 35 orang di daerah Sumur saja………
Saya dan kakak ipar saya memberanikan diri untuk pergi kembali ke tempat kejadian agar bisa membawa identitas, dan apapun yang bisa penting,… dengan 2 motor tetangga sekitar Mbah, kami turun ke penginapan kami,…
Sampai di depan kamar kami, saya terkaget-kaget dan syok,.. betapa tidak, kaca sebesar lengan berceceran di mana-mana.. batu-batu bekas pagar dan tembok sebesar galon Aqua masuk sampai dalam,.. kayu-kayu yang tadinya berbentuk lemari, tempat tidur, meja,.. sudah berubah menjadi potongan-potongan yang nggak jelas,.. dan pasir setinggi mata kaki menutupi semuanya, ..
Identitas berhasil ditemukan kecuali milik saya, segera kami kembali ke rumah Mbah,.. hujan membesar.. saya duduk di tepi rumah Mbah, sambil menunggu tim evakuasi kantor saya dan adik ipar saya yang datang sekitar jam 10 pagi itu.
Sambil terdiam, …. betapa dahsyatnya kejadian semalam,… betapa kecilnya kita sebagai manusia,.. dan amanah serta pelajaran apa yang Allah berikan kepada saya dan keluarga sehingga kami seolah-olah dilahirkan kembali….
Sungguh benar hadist Nabi saw yang mengingatkan kita agar memanfaatkan hidup sebelum mati untuk ibadah dan kebaikan.
Tidak terbayang siksa kubur apa yang akan saya terima jika saya mati,.. karena saya merasa kurang beramal dan banyak berdosa.
Malam itu adalah malam terdekat saya dengan kematian,…. dan rasanya tidak cukup segala amal yang saya perbuat untuk membayar segala dosa yang sudah saya lakukan,… tidak berguna harta, status, keluarga dan segala macam urusan dunia,.. sungguh ketika maut sudah di ujung hidung .. taubat saja terasa tidak cukup…
Kalau mati sudah dekat, yang teringat hanya, betapa kurangnya kita beramal dan betapa banyaknya dosa kita serta betapa kurangnya kita bertaubat…
Cukup kematian menjadi pelajaran…..
Cukup kematian menjadi pelajaran
Opi
Penyintas tsunami Banten,
— Self reminder —
[ind]