ChanelMuslim.com – Kehati-hatian Abdullah bin Umar dalam berfatwa dan menerima jabatan adalah caranya mengikut sunnah dan jejak Rasulullah. Ia tidak ingin sedikitpun membahayakan orang lain atas ketidak tahuannya dan kelalaiannya. Meskipun, bisa jadi ia mampu melakukannya.
Ia tidak akan menyampaikan hadits darinya, kecuali ia ingat seluruh kata-kata Rasulullah. Orang-orang yang semasa dengannya mengatakan, “Tidak ada seorangpun di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang sangat berhati-hati agar tidak terselip atau terkurangi sehuruf pun dalam menyampaikan hadits Rasulullah kecuali Ibnu Umar.”
Demikian pula dalam berfatwa, ia amat berhati-hati dan lebih suka menjaga diri. Pada suatu hari seorang penanya datang kepadanya untuk meminta fatwa. Dan setelah orang itu mengajukan j8pertanyaan, Ibnu Umar menjawab “Saya tak tahu tentang masalah yang anda tanyakan.”
Baca Juga: Abdullah bin Umar, Pengikut Setia Rasulullah
Kehati-hatian Abdullah bin Umar Dalam Berfatwa dan Jabatan
Ia tidak hendak berijtihad untuk memberikan fatwa, karena takut akan berbuat kesalahan. Dan walaupun pola hidupnya mengikuti ajaran dari suatu agam besar, yang menyediakan satu pahala bagi orang-orang yang tersalah dan dua pahala bagi yang benar hasiil ijtihadnya. Tetapi demi menghindari berbuat dosa menyebabkannya tidak berani untuk berfatwa.
Juga ia menghindari diri dari jabatan kehakiman, padahal jabatan ini merupakana jabatan tertinggi di antara jabatan kenegaraan dan kemasyarakatan. Di samping menjamin pemasukan keuangan, diperolehnya pengaruh dan kemuliaan. Apa perluany kekayaan, pengaruh dan kemuliaan itu bagi Ibnu Umar.
Pada suatu hari Khalifah Utsman bin Affan r.a. memanggilnay dan meminta kesediaannya untuk memegang jabatan kehakiman itu, tetapi ia tolak. Utsman mendesaknya juga, tetapi Ibnu Umar bersikeras pula atas penolakannya.
“Apakah anda tak hendak mentaati perintahku?” tanya Utsman. Ibnu Umar menjawab, “Sama sekali tidak, hanya saya dengar para hakim itu ada tiga macam:
Pertama, hakim yang mengadili tanpa ilmu, maka ia dalam neraka. Kedua, yang mengadili berdasarkan nafsu, maka ia juga dalam neraka. Dan ketiga, yang berijtihad sedang hasil ijatihadnya betul, maka ia dalam keadaan berimbang. Tidak berdosa dan tidak pula beroleh pahala.
Dan saya atas nama Allah memohon kepada anda agar dibebaskan dari jabatan itu.”
Khalifah Utsman menerima keberatan itu setelah mendapat jaminan bahwa ia tidak akan menyampaikan hal itu kepada siapapun juga. Sebab, Utsman menyadari sepenuhnya keduduka Ibnu Umar dalam hati masyaraka.
Karena jika orang-orang yang taqwa dan shalih mengetahui keberatan Ibnu Umar menerima jabatan tersebut pastilah mereka akan mengikut langkahnya. Sehingga khalifah takkan menemukan seorang bertaqwa yang bersedia menjadi hakim.
Mungkin pendirian Abdullah bin Umar ini tampaknya sebagai hal yang negatif yang terdapat pada dirinya. Tetapi tidaklah demikian, ia tidak akan menolak jabatan tersebut apabila tidak ada lagi orang lain yang pantas meduduki jabatan itu, karena masih banyak di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang shalih dan wara’.
Mereka juga pantas memegang jabatan kehakiman dan mampu memberikan fatwa secara praktis maka ia menolaknya.
Maka dengan penolakannya itu tidaklah akan menyebabkan lowongnya kursi jabatan tersebut atau mengakibatkannya jatuh di tangan orang-orang yang tidak berwenang. Telah tertanam dalam kehidupan pribadi Ibnu Umar untuk selalu membina dan meningkatkn diri agar lebih sempurna ketaatan dan ibadahnya kepada Allah. [Ln]
Sumber: Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah, Oleh: Khalid Muh. Khalid