Telah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap hari mendatangi tempat keluarga Yasir disiksa. Beliau mengagumi ketabahan dan kepahlawanan mereka, sementara hatinya yang mulia seperti hancur karena kasihan melihat kondisi mereka yang mendapat siksaan melebihi batas hingga wahyu turun untuk Ammar, anak dari Yasir.
Baca Juga Kisah Sebelumnya: Ammar bin Yasir (2) – Bukti Ujian Keimanan Keluarga Yasir
Pada suatu hari, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi mereka, ‘Ammar memanggilnya, “Ya Rasulullah, kami sudah tidak kuat lagi menahan siksa.” Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjawab “Sabarlah, wahai Abu Yaqdhan. Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Tempat yang dijanjikan bagi kalian adalah Surga.”
Ammar bin Yasir (3) – Wahyu Turun Untuk Yasir
Siksaan yang dialami oleh ‘Ammar dilukiskan oleh kawan-kawannya dalam beberapa riwayat.
Amr bin Hakam berkata, “Dahsyatnya siksaan yang diterima ‘Ammar, membuatnya tidak tahu apa yang diucapkan.”
Amr bin Maimun berkata, “Orang-orang musyrik membakar ‘Ammar bin Yasir dengan api. Saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lewat di tempat itu. Beliau mengusap kepalanya dan bersabda, ‘Hai api, jadilah kamu sejuk dan menyegarkan tubuh ‘Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dan menyegarkan tubuh Ibrahim.”
Meskipun siksaan hebat itu berhasil melukai tubuh ‘Ammar, dan menguras tenagannya, namun tidak sedikit pun melemahkan keimannya.
Ia baru merasa dirinya benar-benar hancur, ketika para penyiksanya mulai kesetanan. Mereka menyiksanya habis-habisan. Mulai dari siksaan dengan api, penyaliban, dan ditelentangkan di pasir panas lalu ditindih batu besar yang sangat panas, sampai dibenamkan ke dalam air hingga ia tidak bisa bernafas.
Pada hari itu, ketika kesadarannya hilang karena dahsatnya siksaan yang diterima, orang-orang itu berkata kepadanya, “Pujalah tuhan-tuhan kami.” Mereka mengulang-ulang kata pujian, dan tanpa sadar, ‘Ammar mengikuti ucapan mereka.
Ketika ia mulai sadar, ia teringat apa yang baru saja ia lakukan. Ia tergagap dan benar-benar menyesal. Ia merasa telah melakukan kesalahan yang sangat besar, yang tak mungkin ditebus. Saat itu juga ia merasakan pedihnya siksa yang akan dihadapi, jauh lebih pedih dari siksaan orang-orang kafir itu.
Seandainya ‘Ammar dibiarkan larut dalam perasaanya itu, ia akan hancur oleh perasaanya sendiri.
Sebelumnya, ‘Ammar mampu bertahan menanggung semua siksa yang ditimpahkan ke tubuhnya, karena keimanannya sedang berada di posisi puncak. Tetapi sekarang, ia merasa keimananya telah kalah, sehingga rasa sesal, kecewa, dan kesedihan mendalam hampir saja membuhunya.
Akan tetapi, Allah yang Maha Agung lagi Maha Tinggi menginginkan peristiwa mendebarkan ini berakhir dengan indah. Wahyu pun turun menjabat tangan ‘Ammar, dan berbisik kepadannya, “Bangkitlah wahai pahlawan. Tidak ada sesal dan tidak ada kesulitan.”
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui sahabatnya itu, didapatinya ia sedang menangis. Rasulullah mengusap air mata ‘Ammar dengan tangan beliau, sambil bersabda, “Orang-orang kafir itu telah menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air, lalu kamu mengucapkan ini dan itu.?”
“Benar, wahai Rasulullah,” jawab ‘Ammar meratap.
Rasulullah bersabda sambil tersenyum, “Jika mereka melakukannya lagi, katakan apa yang kamu katakan tadi.”
Kemudian beliau membacakan firman Allah, “Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan.” (An-Nahl : 106)
Hati ‘Ammar kembali tenang. Siksaan yang ia anggap salah telah mendapat jaminan bebas dari Al-Qur’an. Dan apa yang akan terjadi, biarlah terjadi.
Setelah peristiwa itu, semua siksaan dihadapi ‘Ammar dengan tabah, hingga orang-orang kafir itu kelelahan dan merasa kecil di hadapan ‘Ammar.
Bersambung… Ammar bin Yasir (4) – Keimanan Yang Kuat Hingga Tulang [Ln]