SETELAH peristiwa hijrah ke Madinah, kaum muslimin bermukim di sana. Inilah kisah Ammar bin Yasir yang dikenal dengan keimanannya yang kuat hingga ke tulang.
Masyarakat muslim terbentuk dan terus berbenah diri. ‘Ammar pun mendapat tempat tersendiri di hati kaum muslimin.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sangat sayang kepadannya, dan beliau sering membanggakan keimanan dan ketakwaan ‘Ammar di hadapan kaum muslimin yang lain.
“Tubuh ‘Ammar ini, hingga ke tulang-tulangnya, penuh dengan iman.”
Baca Juga Kisah Sebelumnya: Ammar bin Yasir (3) – Wahyu Turun Untuk Ammar
Sewaktu terjadi sedikit perselisihan antara Khalid bin Walid, pahlawan Islam itu selain segera mendatangi ‘Ammar untuk mengakui kekhilafannya dan meminta maaf.
Ketika Rasulullah bersama para sahabat membangun masjid di Madinah, yakni beberapa waktu setelah peristiwa hijrah, Ali mengubah sebuah syair yang didendangkan berulang-ulang oleh kaum muslimin yang sedang bekerja.
Keimanan yang Kuat Hingga ke Tulang Ammar bin Yasir
“Sesungguhnya mulia orang yang memakmurkan masjid
Duduk atau berdiri, semua bernilai ibadah
Sungguh berbeda dengan orang yang menghindari masjid.”
Waktu itu, ‘Ammar sedang bekerja di salah satu sisi bangunan masjid. Ia turut berdendang, mengulang-ngulangnya nada lebih tinggi dari yang lain.
Salah seorang kawan menyangka bahwa ‘Ammar ingin menonjolkan dirinya, lalu terjadi perselisihan di antara mereka hingga keluar kata-kata yang menunjukkan kemarahan.
Mendengar itu, Rasulullah marah, “Apa yang mereka perbuat terhadap ‘Ammar? Ia mengajak mereka ke surga, tapi mereka mengajaknya ke neraka. Sungguh, ‘Ammar adalah sudut mataku.”
Jika rasa sayang Rasulullah sejauh itu, tentu orang yang disayangi itu memiliki keimanan, jiwa pengorbanan, loyalitas, kemuliaan, dan keistiqamahan yang mencapai puncak kesempurnaan. Dan, itulah ‘Ammar.
Allah telah memberikan nikmat dan petunjuk kepada ‘Ammar setimpal dengan perjuangan dan pengorbanannya. Keimanannya telah mendapat pengakuan dari Rasulullah, bahkan, ia dijadikan contoh.
Rasulullah berpesan kepada para sahabatnya, “Contohlah dua orang setelahku: Abu Bakar dan Umar. Dan ikutilah petunjuk ‘Ammar.”
Mengenai perawakannya, para ahli sejarah melukiskan sebagai berikut, “Bertubuh tinggi, berdada bidang dan bermata biru. Ia pendiam dan sedikit bicara.”
Nah, bagaimanakah kiranya garis kehidupan raksasa pendiam yang bermata biru, berdada lebar, dan bertubuh penuh bekas siksaan kejam yang menunjukkan ketabahan yang amat mengagumkan dan keperkasaan yang luar biasa?
Bagaimanakah jalan kehidupan yang ditempuh oleh seorang pengikut yang jujur, seorang mukmin yang tulus dan seorang pejuang yang berani mati ini?
Bersama Rasulullah, sang guru, ia ikut dalam semua peperangan: Perang Badar, Uhud, Khandaq, Tabuk, dan perang lainnya.
Setelah Rasulullah wafat, laki-laki ini tidak berpangku tangan, tetapi melanjutkan kiprahnya.[ind]
bersambung…