APA yang mengendalikan diri kita? Jangan sampai syahwat atau nafsu yang mengendalikan. Diceritakan bahwa di sebuah perkampungan yang tak begitu ramai, seseorang tampak berkuda dengan laju yang kencang. Ia menelusuri jalan-jalan kampung yang sepi itu seperti orang yang kesetanan.
Jalan kanan kiri yang dilalui si pengendara kuda itu tampak porak poranda diterjang sang kuda. Ia terus melesat seperti tak mengenal arah.
Baca Juga: Mengendalikan Diri dalam Pergaulan di Luar Rumah
Mengendalikan Diri Kita
Tak jauh dari arah yang dituju si pengendara kuda itu tampak seorang tua tengah berjalan lamban di tepian jalan.
Sesaat ia melangkah, si pengendara kuda melewatinya dengan begitu cepat. Nyaris saja, orang tua itu tertabrak kuda.
“Hei! Kendalikan kudamu!” teriak orang tua itu sekuat tenaga.
Sambil melaju bersama kuda, sang pengendara itu terdengar berucap, “Bukan aku yang ingin melaju seperti ini. Tapi, kuda!”
Dari kisah di atas, kita bisa mengambil hikmah. Allah menciptakan manusia dengan segala kesempurnaan perangkatnya.
Ada syahwat atau nafsu seperti orang biasa bilang, ada akal, dan tentu saja jasad dengan segala kelengkapan inderanya.
Semua perangkat itu baiknya berada pada posisi semestinya, seperti yang telah Allah bimbing dalam tutunan wahyuNya. Mana yang menjadi pengendali dan mana yang dikendalikan.
Di tengah hidup yang dinamis seperti ini, jangan sampai terjadi, kita tidak lagi tahu siapa pengendali diri kita: apakah akal yang terbimbing atau syahwat yang liar dan penuh energi.
Kendalikan diri dengan adil, karena arah hidup ini hanya menuju pada satu titik: kematian yang terus mendekat. [Muhammad Nuh/Cms]