Oleh: Choqi-Isyraqi
ChanelMuslim.com–Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. (Q.S. Al-Baqarah: 148).
Sore tiba, Maghrib hanya tinggal hitungan menit ketika saya sedang mengobrol dengan salah seorang klien saya.
Klien saya, seorang pria berusia 50 tahunan, berpeci putih, berjenggot sedikit. Seseorang yang cukup Islami, karena ia adalah ketua DKM di kompleknya.
Kami mengobrol tentang sebuah proyek, pembuatan video pengantar untuk materi training “Husnul Khotimah”, karena menurut klien, banyak orang yang belum paham bagaimana agar menjadi husnul khotimah.
Di sela obrolan, datang seorang anak, ia anak klien saya, dengan tubuh yang agak berisi, turun dari lantai dua, selepas mengaji. Saya tahu, karena saya mendengarnya ketika mengobrol.
Obrolan terhenti sejenak, sang klien meminta anaknya agar bersalaman dengan saya. Saya pun berhenti sejenak. Saya mencoba mengobrol, agar suasana semakin hangat, dengan harapan proyek ini pun bisa segera deal.
“Dek, kelas berapa?
“Sekarang naik ke kelas 11, Kak”
“Wah, sama kayak adik Kakak yah.” Kebetulan, adik saya seumuran ternyata.
“Tadi habis ngaji, ya?” Saya kembali bertanya
“Iya kak”
“Oh, udah hapal berapa juz?”
Belum ia jawab, ayahnya menjawab
“Satu juz ya?”
Lalu, anaknya membalas
“Ih, enak aja. Satu juz itu waktu kita ke Bandung, Pah, pas masih di Balikpapan. Sekarang adek udah hapal 4 juz, tauk!”
Mendengar jawaban anak itu, saya diam sejenak. Di dalam hati, saya sempat merasa malu. Jujur saja, hafalan yang saya miliki tidak sebanyak anak tersebut. Bahkan, usianya jauh di bawah saya. Secara logika, harusnya kami yang lebih tua, memiliki hafalan yang lebih banyak. Namun nyatanya tidak.
Anak itu malu tatkala ia disebut memiliki hafalan 1 juz, karenanya, ia menempa dirinya untuk menjadi lebih baik, dengan hafalan yang lebih banyak.
Sedang saya, dulu sempat lama berada di lingkungan orang-orang yang mungkin hafal 14 surat pendek akhir juga sudah bersyukur. Maka dari itu, tatkala saya bisa menghapal 1 juz pun, itu sudah menjadi hal yang luar biasa.
Kejadian itu membuat saya memahami 1 hal, bahwa perilaku kita akan dibentuk oleh tingkat standar yang kita bangun sendiri.
Tatkala kita membuat standar, bahwa hidup biasa-biasa saja sudah bagus, maka selamanya kita akan mengejar sebuah hidup yang biasa-biasa.
Namun, ketika kita menganggap bahwa standar manusia itu harus bisa hidup luar biasa, bermanfaat, bisa memberi dampak, bisa berguna bagi orang lain, maka tentu selamanya kita akan mengejar kehidupan yang memberikan manfaat bagi orang lain.
Begitu pula ketika kita menganggap, bahwa berperilaku buruk adalah standar manusia sekarang, maka dipastikan kita juga akan senang tatkala kita berperilaku buruk.
Maka, setiap orang, harus membuat sebuah standar yang baik, bagi hidupnya sendiri, agar hidupnya bisa menjadi standar yang ia inginkan.
Seseorang pernah berkata, “Kita adalah rata-rata dari lingkungan pertemanan kita”. Maka, salah satu cara agar memiliki standar yang baik, adalah memiliki lingkungan serta kondisi yang baik. Mengapa? Karena dengan sendirinya, kita jadi bisa menentukan, standar apa yang bisa kita tentukan.
Wallahua’lam bisshawab.
6 Juni 2017
[ind]