ChanelMuslim.com – Shalat hari raya dan mendengarkan khutbah. Dalam hal ini, Allah Ta’ala berfirman: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (Q.S. Al Kautsar: 2)
Baca Juga: Khutbah ‘Ied, Sekali atau Dua kali?
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
– Shalat Idul Adha (juga Idul Fitri) adalah sunnah muakadah. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
شرعت صلاة العيدين في السنة الاولى من الهجرة، وهي سنة مؤكدة واظب النبي صلى الله عليه وسلم عليها وأمر الرجال والنساء أن يخرجوا لها.
Disyariatkannya shalat ‘Idain (dua hari raya) pada tahun pertama dari hijrah, dia adalah sunnah muakadah yang selalu dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
Beliau memerintahkan kaum laki-laki dan wanita untuk keluar meramaikannya. (Fiqhus Sunnah, 1/317)
Adapun kalangan Hanafiyah berpendapat wajib, tetapi wajib dalam pengertian madzhab Hanafi adalah kedudukan di antara sunnah dan fardhu.
Disebutkan dalam Al Mausu’ah:
صَلاَةُ الْعِيدَيْنِ وَاجِبَةٌ عَلَى الْقَوْل الصَّحِيحِ الْمُفْتَى بِهِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ – وَالْمُرَادُ مِنَ الْوَاجِبِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ : أَنَّهُ مَنْزِلَةٌ بَيْنَ الْفَرْضِ وَالسُّنَّةِ – وَدَلِيل ذَلِكَ : مُوَاظَبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهَا مِنْ دُونِ تَرْكِهَا وَلَوْ مَرَّةً
Shalat ‘Idain (dua hari raya) adalah wajib menurut pendapat yang shahih yang difatwakan oleh kalangan Hanafiyah
–maksud wajib menurut mazhab Hanafi adalah kedudukan yang setara antara fardhu dan sunnah.
Dalilnya adalah begitu bersemangatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya, Beliau tidak pernah meninggalkannya sekali pun. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/240)
Baca Juga: Tatacara Shalat Idul Fitri di Rumah
Hukum Shalat ‘Idain
Sedangkan Syafi’iyah dan Malikiyah menyatakan sebagai sunnah muakadah, dalilnya adalah karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya oleh orang Arab Badui tentang shalat fardhu,
Nabi menyebutkan shalat yang lima. Lalu Arab Badui itu bertanya:
هَل عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ ؟ قَال لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Apakah ada yang selain itu? Nabi menjawab: “Tidak ada, kecuali yang sunnah.” (H.R. Bukhari No. 46)
Bukti lain bahwa shalat ‘Idain itu sunnah adalah shalat tersebut tidak menggunakan adzan dan iqamah sebagaimana shalat wajib lainnya.
Shalat tersebut sama halnya dengan shalat sunnah lainnya tanpa adzan dan iqamah, seperti dhuha, tahajud, dan lainnya.
Ini menunjukkan bahwa shalat ‘Idain adalah sunnah. Sedangkan Hanabilah mengatakan fardhu kifayah, alasannya adalah karena firman Allah Ta’ala menyebutkan shalat tersebut dengan kalimat perintah:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (Q.S. Al Kautsar: 2).
Juga karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu merutinkannya. (Ibid, 27/240).
Baca Juga: Meskipun Ada Peringatan, Sejumlah Muslim di Nigeria Tetap Gelar Shalat Idul Fitri
Mendengarkan Khutbah Hari Raya
Berkhutbah hari raya adalah sunnah menurut jumhur ulama, mendengarkannya juga sunnah.
Syaikh Sayyid Sabiq menerangkan:
الخطبة بعد صلاة العيد سنة والاستماع إليها كذلك
Khutbah setelah shalat ‘Id adalah sunnah, mendengarkannya juga begitu. (Fiqhus Sunnah, 1/321).
Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah menjelaskan:
تسن عند الجمهور وتندب عند المالكية خطبتان للعيد كخطبتي الجمعة في الأركان والشروط والسنن والمكروهات، بعد صلاة العيد خلافاً للجمعة، بلا خلاف بين المسلمين
Disunnahkan menurut mayoritas ulama, dan dianjurkan menurut Malikiyah dua khutbah pada saat hari raya, sebagaimana khutbah Jumat dalam hal rukun, syarat, sunnah, dan makruhnya,
dilakukan setelah shalat Id, berbeda cara dengan shalat Jumat, tidak ada perselisihan pendapat di antara kaum muslimin dalam hal ini. (Al Fiqhu Al Islami wa Adillatuhu, 2/528).
Maka, di sisi khatib, sangat dianjurkan agar khatib memberikan khutbah semenarik mungkin agar jamaah tidak pulang.
Sebab, di sisi lain mereka berhak untuk itu, karena memang itu sunnah, dan mereka pun sudah shalat ‘Id.
Baca Juga: Ini Isi Khutbah Ied Fitr di Masjidil Haram
Bersabar dan Menyimak Khutbah
Berbeda dengan shalat Jumat, mereka tidak mungkin pulang ketika mendengarkan khutbah, karena shalatnya belum dilaksanakan.
Di sisi jamaah, hendaknya mereka mau bersabar dan menyimak khutbah saat itu, yang dengan itu mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan manfaat melalui lisan sang khatib.
Dari Abdullah bin As Saa’ib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ
“Saya menghadiri shalat ‘Id bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika shalat sudah selesai, beliau bersabda:
“Kami akan berkhutbah, jadi siapa saja yang mau duduk mendengarkan khutbah maka duduklah, dan yang ingin pergi, pergilah!”
(H.R. Abu Daud No. 1155, Ad Daruquthni, 2/50, Alaudin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 24097, Ath Thahawi, Musykilul Aatsar No. 3160. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat Shahihul Jami’ No. 2289)
Hadits ini menunjukkan dengan tegas bahwa mendengarkan khutbah bukan kewajiban, tetapi sunnah. Namun, muslim yang baik,
yang mengakui cinta Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pantas meninggalkan sunnah Nabi, pada saat dia mampu menjalankannya.
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad berkata:
وعلى هذا فالحضور للخطبة ليس بلازم، فمن أراد أن يحضر حضر، ومن أراد أن ينصرف بعد أن يصلي فله أن ينصرف، والمهم هو الصلاة، وبعض أهل العلم استدل بهذا على أن الخطبة في العيدين ليست بواجبة، وإنما هي مستحبة
Atas dasar ini, maka hadir untuk mendengarkan khuthbah bukanlah yang mesti, jadi barang siapa yang ingin menghadirinya maka hadirilah,
dan siapa yang ingin berpaling setelah shalat maka hendaknya dia pergi, yang penting adalah shalatnya.
Sebagian ulama berdalil dengan hadits ini bahwa khutbah pada dua hari raya bukanlah wajib, itu hanyalah sunnah. (Syarh Sunan Abi Daud, 6/464).[ind]