SEMPURNANYA syariat Islam dalam hal akhlak. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengikuti syariat. Sebab, semuanya telah diatur dengan sempurna.
Baca Juga: Tanda Keikhlasan dalam Mengikuti Syariat
Sempurnanya Syariat Islam dalam Hal Akhlak
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa termasuk dari tujuan beliau diutus adalah sebagai penyempurna akhlak yang mulia. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.”
Syariat-syariat terdahulu yang Allah syariatkan untuk hamba-hamba-Nya semuanya menghasung untuk berakhlak mulia.
Oleh karena ini, para ulama menyebutkan bahwa akhlak mulia adalah apa yang dituntut oleh syariat dalam penerapannya. Syariat yang sempurna ini, Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah datang membawanya dengan menyempurnakan akhlak dan perangai-perangai yang baik. Kita sebutkan di antara contohnya adalah qishash.
Tentang Hukum Qishash
Para ulama telah menyebutkan tentang permasalahan hukum qishash, yaitu jika ada seseorang yang telah berbuat melampaui batas terhadap orang lain, apakah diqishash atau tidak?
Para ulama menyebutkan bahwa qishash di dalam syariat Yahudi merupakan keharusan, tidak ada pilihan bagi yang telah berbuat pelanggaran.
Dan perkara ini di dalam syariat Nasrani adalah kebalikannya, yakni wajib memaafkan. Akan tetapi, di dalam syariat kita hukum ini telah disebutkan dengan sempurna dari dua sisi; ada qishash dan ada memaafkan.
Ini karena menghukum orang yang melampaui batas dengan perbuatannya merupakan bentuk menolak kejelekannya, dan memaafkannya merupakan perbuatan baik, indah, dan berbuat baik kepada orang yang sudah engkau maafkan.
Syariat kita datang dengan sempurna walhamdulillah. Orang yang memiliki hak diberi pilihan, antara maaf dan hukuman agar dia bisa memaafkan dengan sempurna dan menghukum pada tempatnya.
Hal ini tidak diragukan lagi lebih utama daripada syariat Yahudi yang menelantarkan hak orang-orang yang telah melampaui batas untuk dimaafkan, yang bisa jadi pada hal ini terdapat kemaslahatan bagi mereka. Dan juga lebih utama daripada syariat Nasrani yang menelantarkan hak orang yang dizalimi; mereka mengharuskan untuk memberi maaf, dan bisa jadi kemaslahatan itu terdapat dalam menjalankan hukuman.”
[Cms]
Diterjemahkan oleh:
Abu Fudhail Abdurrahman ibnu Umar
Sumber:
Makārim al-Akhlāq
https://t.me/alfudhail