Chanelmuslim.com – Selain kelicikannya, karakter lain yang menonjol pada diri Qais adalah kedermawanannya. Karakter ini tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi diwarisi secara turun-temurun. Keluarga Qais bin Sa’d terkenal sebagai keluarga yang sangat dermawan.
Keluarga ini mempunyai seorang pegawai yang bertugas menawarkan makan siang kepada para musafir. Dan di malam hari, menyalakan lampu sebagai penerangan jalan. Orang-orang di zaman itu mengatakan, “Barangsiapa yang membutuhkan minyak dan daging, silahkan mampir ke rumah Dulaim bin Haritsah.”
Dulaim bin Haritsah adalah kakek buyut Qais. Di rumah bangsawan inilah Qais mendapat didikan kedermawanan dan lapang dada.
Baca Juga: Kedermawanan Shuhaib bin Sinan
Qais bin Sa’d bin Ubadah sangat Dermawan dan Berani
Di suatu hari, Umar dan Abu Bakar bercakap-cakap tentang kedermawanan Qais, “Kalau kita biarkan pemuda ini dengan kedermawanannya, dia akan menghabiskan harta orang tuannya.”
Ketika Sa’ad bin Ubadah mendengar pembicaraan ini, ia berkata, “Siapa dapat membelaku terhadap Abu Bakar dan Umar? Mereka memaksa anakku berlaku kikir dengan memperalat namaku.”
Pada suatu hari, ia memberi pinjaman dalam jumlah besar kepada seorang temannya yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Pada saat jatuh tempo, orang itu datang ke Qais untuk melunasi utangnya. Ternyata, Qais menolaknya dan berkata, “Kami tidak mengambil uang yang telah kami berikan.”
Secara fitrah, manusia terikat hukum alam yang tidak berubah. Di mana ada sifat kedermawanan, di sana ada sifat keberanian. Kedermawanan dan keberanian sejati adalah dua saudara kembar yang tak terpisahkan. Jika ada kedermawanan tanpa keberanian, itu bukan kedermawanan sejati, melainkan kedermawanan semua yang pamrih. Jika ada keberanian tanpa kedermawanan, itu bukan keberanian sejati, melainkan luapan emosi dan kecerobohan.
Maka, tatkala Qais bin Sa’d memegang teguh kedermawanan, ia juga memegang teguh keberanian. Seakan-akan, dialah yang dimaksudkan dalam syari berikut.
Jika bendera kemuliaan dikibarkan
Tangan kekuatan menggengamnya dengan erat
Keberanian Qais begitu nyata di setiap peeprangan yang ia terjuni pada masa Rasulullah hidup. Dan terus berlanjut di medang tempur yang ia terjuni pada masa setelah beliau wafat.
Keberanian yang didasari kejujuran bukan kelicikan. Keberanian yang dilakukan secara terang-terangan, bukan dengan tipu muslihat. Ini tentu berisiko sangat tinggi.
Semenjak Qais membuang jauh kemampuannya melakukan kelicikan dan tipu muslihat, dan menggantinya dengan sikap berani serta terus terang, ia sudah siap menanggung risikonya dengan lapang dada.
Sesungguhnya, keberanian sejati memancar dari kepuasan orang itu sendiri. Kepuasan itu bukan karena luapan emosi, tapi karena ketulusan hati dan kerelaan terhadap kebenaran.
Seperti itulah sewaktu terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah. Qais merenung seorang diri untuk menentukan pihak yang mana yang benar. Ketika akhirnya ia melihat kebenaran berada di pihak Ali, ia langsung bergabung dengan Ali dan membelanya mati-matian dengan sepenuh hati.
Ia menjadi pahlawan gagah berani di medan tempur Shiffin, Jamal, dan Nahrawan. Dialah yang membawa bendera Anshar dengan meneriakkan,
Lihatlah kibaran bendera di tangan
Di sinilah kami bersama Rasul berjuang
Lalu Jibril datang membawa bantuan
Bersama Anshar pasti kan menang
Meskipun hanya berjuang sendirian
Saat itu, Qais telah diangkat oleh Khalifah Ali sebagai Gubernur Mesir.
Dan sudah sejak lama Mu’awiyah mengincar Mesir. Ia melihatnya sebagai harta kekayaan yang sangat berharga. Karena itu, semenjak Qais menjadi gubernur Mesir, ia pusing tujuh keliling. Ia khawatir Qais akan menjadi penghalangnya untuk meraup keuntungan dari Mesir untuk selama-lamannya, meskipun ia dapat mengalahkan Khalifah Ali. Maka, Mu’awiyah menggunakan berbagai tipu muslihat untuk memperdaya diturunkan dari jabatan Gubernur Mesir.
Di sini, Qais mendapat kesempatan baik untuk mempergunakan kecerdikannya. Ia tahu bahwa pemecatannya adalah hasil dari kelicikan Mu’awiyah, setelah gagal membujuknya untuk mendukung gerakan Mu’awiyah melawan Ali.
Balasan paling jitu atas tipu daya jahat yang telah dilakukan Mu’awiyah adalah dengan meningkatkan kesetiaan kepada Khalifah Ali yang sejatinya berada di pihak yang benar. Qais sendiri lebih mantap membela Ali daripada membela Mu’awiyah.
Ia sama sekali tidak pernah merasa dipecat oleh Khalifah Ali. Bagi Qais, wilayah kekuasaan, kepemimpinan dan jabatan hanyalah sarana untuk mengabdi kepada Islam. Jika menjadi Gubernur Mesir adalah sarana untuk mengabdi kepada Islam, maka berperang di pihak Ali melawan Mu’awiyah juga merupakan sarana berjuang membela Islam yang tidak kalah pentingnya.
Keberanian Qais mencapai puncaknya sepeninggal Khalifah Ali dan dibaiatnya Hasan sebagai Khalifah. Qais melihat bahwa Hasanlah yang memang berhak menjadi Khalifah. Ia segera membaiatnya dan berdiri di sampingnya tanpa melihat bahaya yang sedang dihadapi.
Ketika Mu’awiyah memaksa mereka untuk menghunus pedang, Qais memimpin 5000 prajurit yang semuanya mencukur habis kepalanya sebagai tanda berkabung atas wafatnya Ali.
Di tengah kemelut itu, Hasan memilih untuk menghentikan jatuhnya korban, yang tidak lain adalah kaum muslimin sendiri. Ia hentikan peperangan lalu menyerahkan jabatan Khalifah kepada Mu’awiyah.
Permasalahan telah berubah. Qais harus merenungkan lagi permasalahan yang sedang dihadapi. Ia sendiri setuju dengan sikap Hasan, hanya saja sebagai pimpinan pasukan harus mendengar pendapat pasukannya. Ia kumpulkan pasukannya dan berpidato.
“Jika kalian menginginkan perang, mari berperang sampai titik darah penghabisan. Dan jika kalian memilih berdamai, aku juga bersama kalian.”
Para prajurit memilih damai. Karena itu, Qais menyampaikan hal tersebut kepada Mu’awiyah. Bukan main senangnya Mu’awiyah karena ia merasa telah bebas dari musuhnya yang paling berbahaya.
Pada tahun 59 Hijriah, Qais meninggal dunia di Madinah Al-Munawwarah. Bangsa Arab kehilangan sang ahli tipu daya, namun Islam telah mengendalikan tipu daya itu. Telah meninggal dunia orang yang pernah mengatakan, “Kalau tidak karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tipu daya dan muslihat licik itu berada di neraka,’ niscaya akulah orang yang paling ahli membuat tipu daya di antara umat ini.”
Ia telah pulang ke kampung kedamaian. Ia tinggalkan nama harum sebagaai seorang laki-laki jujur yang penuh keikhlasan.
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom