PUJIAN yang sering kali ditujukan seseorang kepada kita sebenarnya adalah salah satu kebaikan Allah menutup aib-aib kita. Kemuliaan yang kita miliki sejatinya bukan milik kita namun Allahlah yang menitipkan dan menghadirkannya kepada diri kita.
مَنْ أَ كْـرَمَكَ إِنَّـمَا أَ كْـرَمَ فِيْكَ جَمِيْلَ سِتْرِهِ فَالْحَمْدُ لِمَنْ سَتَرَكَ لَيْسَ الْحَمْدُ لِمَنْ أَ كْـرَمَكَ وَشَكَرَكَ
“Siapa yang memuliakanmu, sesungguhnya ia memuliakan keindahan yang ditutupi oleh Allah, maka seharusnya pujian itu bagi (Dia) yang menutupimu, bukan bagi (orang) yang memuliakanmu dan berterima kasih kepadamu.” (Ibnu Athaillah)
Terkait ungkapan di atas Ustaz Faisal Kunhi M.A memberikan beberapa penjelasan sebagai berikut:
1. Jangan bangga dan sombong jika ada yang memujimu karena sesungguhnya ia sedang memuji Allah yang menutupi keburukanmu dengan menampakkan kebaikanmu.
Baca Juga: Ikut Kajian Bareng Selebritas, Pesona Tissa Biani Berhijab Tuai Pujian
Pujian yang Tidak Sebenarnya
2. Penghormatan seorang manusia kepada manusia lainnya sebenarnya diarahkan kepada batinnya, namun karena manusia tidak mampu melihat sisi dalam manusia maka manusia menilai dengan apa yang tampak.
3. Di antara nama Allah adalah “As-Sittiir”, yaitu Dia yang suka menutupi aib dan dosa hamba-hamba-Nya; karenanya Allah tidak suka ketika sebuah dosa dilakukan secara terbuka sebab di dalamnya ada unsur promosi untuk mengajak orang melakukan maksiat yang serupa.
4. Ibnul Qayyim rahimahullah juga menjelaskan makna nama Allah ini dalam bait-bait Nuniyyah-nya,
وَهُوَ الْحَيِيُّ فَلَيْسَ يَفْضَحُ عَبْدَهُ عِنْدَ التَّجَاهُرِ مِنْهُ بِالْعِصْيَان
لَكِنَّهُ يُلْقِي عَلَيْهِ سِتْرَهُ فَهُوَ السِّتِّيْرُ وَصَاحِبُ اْلغُفْرَانِ
“Dan Dialah Al-Hayiyyu (Yang Maha Pemalu), Dia tidak akan membuka aib hamba-Nya saat hamba tersebut terang-terangan dalam bermaksiat.
Namun, Dia justru melemparkan tirai penutupnya, dan Dialah As-Sittiir (Yang Maha Menutupi) dan mampu memberikan ampunan.” (Dinukil dari “An-Nahju Al-Asmaa’”)
5. Ketika seorang hamba terjebak dalam sebuah perbuatan dosa, hendaknya dia berusaha untuk menutupinya dengan tidak menceritakannya walau dia sudah bertaubat, karena itu tanda ia menyesal dan agar selamat dari rasa bangga ketika bermaksiat. Dalam hadis dari Ibnu ‘Umar radhiyalllahu ‘anhuma,
إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mendekatkan seorang mukmin kepada-Nya, lalu Allah menutupkan untuk hamba tersebut penutup-Nya. Allah bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah kamu juga mengetahui dosa ini?’
Hamba itu pun mengatakan, ‘Ya, wahai Rabbku.’ Sampai kemudian ketika Allah Ta’ala meminta dia agar mengakui dosanya dan dia pun menyangka dirinya akan celaka, maka Allah Ta’ala mengatakan kepadanya, ‘Aku telah tutup dosa itu padamu di dunia, dan pada hari ini Aku ampuni dosamu.’”(HR. Bukhari)
6. Hendaknya seseorang juga banyak berdoa agar Allah senantiasa menutup aib dan dosanya, di antara yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan adalah membaca doa berikut ini sekali setiap pagi dan setiap petang,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon maaf serta keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon maaf dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga, dan harta bendaku. Ya Allah, tutupilah auratku …” (HR. Abu Dawud, shahih)
Syekh ‘Abdurrozzaq hafidzahullah menjelaskan bahwa dalam doa di atas terdapat permohonan agar aurat kita senantiasa ditutupi Allah, baik aurat yang sifatnya fisik maupun non fisik. Aurat fisik adalah bagian tubuh yang tidak boleh ditampakkan kepada orang lain.
Bagi kaum wanita adalah seluruh badannya, sedangkan aurat laki-laki adalah antara lutut hingga pusar. Adapun aurat non fisik adalah aib, kekurangan, dan setiap perbuatan yang jelek apabila ditampakkan.
[Ln]