BERDASARKAN studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.
Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Penilaian berdasarkan komponen infrastruktur Indonesia ada di urutan 34 di atas Jerman, Portugal, Selandia Baru dan Korea Selatan.
Kondisi masyarakat Indonesia memang unik. Minat baca masyarakat Indonesia masih seputar membaca via media sosial dari pada membaca buku-buku yang lebih kaya makna dan bahasa.
Baca Juga: Peningkatan Minat Baca Indikasikan Depok Smart People
Meningkatkan Minat Baca Masyarakat Indonesia dengan Gerakan
Setiap hari mereka mengakses media sosial untuk mencari tahu kondisi terkini. Namun kondisi ini tidak dibarengi dengan daya baca yang tinggi.
Daya baca yang rendah ini menyebabkan kurangnya memahami teks tulisan. Yang terjadi kemudian masyarakat Indonesia sangat rentan terhadap isu-isu yang mengadu domba. Maka bermunculanlah berita-berita hoaks dan bersitegang di dunia maya.
Rendahnya daya baca bisa dilihat dari tidak mengertinya pembaca tentang literasi yang dia baca. Mereka tidak mampu menangkap makna tulisan dan tidak bisa menceritakan kembali isi tulisan yang dibaca.
Indonesia masih sangat minim memanfaatkan infrastruktur atau sarana-sarana penunjang untuk meningkatkan minat dan daya baca.
Menurut Anies Baswedan, indikator sukses tumbuhnya minat membaca tak selalu dilihat dari berapa banyak perpustakaan, buku dan mobil perpustakaan keliling.
Lebih lanjut, penggagas gerakan ‘Indonesia Mengajar’ itu menilai agar membaca bisa menjadi budaya perlu beberapa tahapan.
Pertama mengajarkan anak membaca.
Kedua membiasakan anak membaca hingga menjadi karakter.
Ketiga barulah menjadi budaya baca.
Jadi budaya membaca itu hadir karena ada kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca ada jika ada rencana membaca secara rutin dan rutinitas dalam baca itu penting sekali.
Cara lebih efektif untuk meningkatkan minat dan daya baca adalah membuat movement atau gerakan. Menurut Anies, efek dari sebuah gerakan biasanya lebih cepat menyebar dibanding program.
“Movement kalau sudah menular maka akan unstoppable, sebab menularnya bukan karena perintah, dana, dan program tapi karena ada penularan,” kata Anies.
Anies pun memberi usul agar komunitas membaca tak menggunakan pendekatan program untuk menumbuhkan minat baca tapi dengan sebuah gerakan.
“Kalau didekatkan sebagai program, maka semua itu tergantung penyelenggara, tapi kalau didekati dengan gerakan, efeknya akan meluas sekali,” papar mantan Rektor Universitas Paramadina itu. [May/Ln]