HALAMAN ini merupakan lanjutan dari sebelumnya mengenai renungan ulama di usia 80 tahun Indonesia.
3. Ibn Taymiyyah: Merdeka dalam Penjara
Sosok ulama besar Ibn Taymiyyah pernah dipenjara karena perjuangan dan sikap kritisnya.
Namun dari balik jeruji, beliau berkata dengan penuh ketenangan:
“Apa yang dapat dilakukan musuhku terhadapku? Surgaku ada di hatiku, ia selalu bersamaku. Jika aku dipenjara, itu adalah khalwatku bersama Allah. Jika aku dibuang, itu adalah safarku. Jika aku dibunuh, itu adalah syahidku.”
Bagi Ibn Taymiyyah, kemerdekaan bukanlah soal fisik atau status politik, melainkan keadaan jiwa yang hanya terikat kepada Allah.
Penjara tak bisa membelenggu hatinya. Inilah pelajaran agung: merdeka sejati adalah bebas dari rasa takut kepada selain Allah.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
4. Buya Hamka: Merdeka Jiwa, Merdeka Bangsa
Buya Hamka dalam Tasawuf Modern dan tafsir Al-Azhar menyatakan: bangsa yang merdeka secara politik bisa saja tetap terjajah secara budaya dan ekonomi.
Menurut beliau, penjajahan yang lebih berbahaya adalah penjajahan jiwa: ketika manusia kehilangan keberanian berpikir, kehilangan iman, dan hanya menjadi pengikut arus besar tanpa prinsip. Beliau mengingatkan:
“Kemerdekaan adalah kemerdekaan jiwa.” Karena itu, bangsa Indonesia harus merdeka dalam kebudayaan, ekonomi, dan akhlak. Kalau tidak, kemerdekaan politik hanyalah formalitas.
5. KH. Hasyim Asy’ari: Kemerdekaan dan Iman
Pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy’ari, melalui Resolusi Jihad (1945) menegaskan: mempertahankan kemerdekaan adalah kewajiban agama. Jiwa merdeka lahir dari iman yang kokoh.
Beliau menanamkan keyakinan bahwa cinta tanah air (hubbul wathan minal iman) adalah bagian dari ibadah.
Melawan penjajah bukan sekadar nasionalisme, tetapi jihad fi sabilillah.
Merdeka yang Hakiki: Renungan Ulama di Usia 80 Tahun Indonesia (2)
Maknanya jelas: kemerdekaan tidak bisa dipisahkan dari iman dan ibadah.
Jika bangsa ini ingin tegak, ia harus berlandaskan akhlak dan ketaatan kepada Allah.
6. KH. Ahmad Dahlan: Merdeka dengan Ilmu
KH. Ahmad Dahlan melihat bahwa kebodohan adalah bentuk penjajahan paling berbahaya.
Karena itu beliau mendirikan Muhammadiyah untuk memerdekakan umat lewat pendidikan.
Baca juga: Merdeka yang Hakiki: Renungan Ulama di Usia 80 Tahun Indonesia (1)
Menurut beliau, bangsa tidak akan pernah benar-benar merdeka jika rakyatnya masih bodoh, terbelenggu takhayul, dan malas berpikir.
Merdeka berarti cerdas, melek ilmu, dan mampu mengambil keputusan hidup dengan penuh kesadaran.
7. Haji Agus Salim: Merdeka Bermartabat
Haji Agus Salim dikenal sebagai diplomat ulung yang tak pernah kehilangan martabat.
Baginya, kemerdekaan bukan sekadar bebas, tapi berani hidup dengan harga diri, jujur, dan menolak jadi budak kekuasaan.
Beliau sering mengingatkan bahwa bangsa yang merdeka harus berpihak pada rakyat kecil.
Jika kemerdekaan hanya dinikmati segelintir elit, maka itu hanyalah ilusi.[Sdz]
Sumber: Madrasatuna