HALAMAN ini merupakan lanjutan dari sebelumnya mengenai renungan ulama di usia 80 tahun Indonesia.
8. Merdeka dan Keadilan Ekonomi-Sosial
Salah satu dimensi penting kemerdekaan adalah ekonomi. Al-Qur’an menegaskan:
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
“Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr: 7).
Ayat ini mengingatkan: kemerdekaan sejati harus menghadirkan distribusi kekayaan yang adil.
Buya Hamka menegaskan, bangsa yang merdeka tapi rakyatnya miskin, sengsara, dan tertindas ekonomi sejatinya masih terjajah.
KH. Hasyim Asy’ari pun menekankan bahwa jihad mempertahankan kemerdekaan tak lepas dari memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
Di usia 80 tahun Indonesia, tantangan terbesar kita bukan lagi sekadar mempertahankan kedaulatan politik, melainkan menegakkan keadilan sosial dan ekonomi.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Jika rakyat kecil tetap kesulitan makan, jika pendidikan dan kesehatan masih menjadi barang mahal, apakah kita pantas berkata sudah merdeka?
9. Dimensi Spiritual: Merdeka dari Dunia, Menuju Allah
Ulama sufi seperti Jalaluddin Rumi dan Ibn Atha’illah mengajarkan: kemerdekaan tertinggi adalah ketika hati bebas dari keterikatan dunia, lalu hanya terpaut kepada Allah.
Ibn Atha’illah dalam Al-Hikam menulis:
“Engkau merdeka ketika engkau tidak dikuasai oleh apapun selain Allah.”
Inilah kemerdekaan spiritual: bukan berarti hidup tanpa batas, tapi menemukan kebebasan sejati dalam ketundukan kepada Yang Maha Merdeka.
10. Tantangan Kemerdekaan di Era Modern
Kini kita hidup di era “penjajahan gaya baru”.
Bukan lagi pasukan bersenjata, tapi kapitalisme global, ketidakadilan ekonomi, hedonisme, konsumerisme, bahkan algoritma media sosial yang membentuk cara berpikir kita.
Apakah kita benar-benar merdeka, atau sekadar berpindah dari penjajahan kolonial ke penjajahan gaya hidup?
Merdeka yang Hakiki: Renungan Ulama di Usia 80 Tahun Indonesia (3)
Apakah kita bebas berpikir, atau hanya mengulang apa yang algoritma tunjukkan di layar?
Merdeka di era digital berarti berani mengendalikan diri, tidak diperbudak oleh tren, dan tetap berpijak pada nilai luhur.
11. Penutup: Merdeka Sejati untuk Hidup Bermakna
Dari ulama-ulama masyhur kita belajar bahwa kemerdekaan sejati adalah:
* Bebas dari hawa nafsu (Al-Ghazali).
* Hanya tunduk pada Allah (Ibn Taymiyyah).
* Berani berpikir dan bermartabat (Buya Hamka, Agus Salim).
* Memperjuangkan iman dan tanah air (KH. Hasyim Asy’ari).
Baca juga: Merdeka yang Hakiki: Renungan Ulama di Usia 80 Tahun Indonesia (2)
* Memerdekakan akal lewat pendidikan (KH. Ahmad Dahlan).
* Menegakkan keadilan ekonomi-sosial bagi rakyat (Al-Qur’an dan para ulama).
Merdeka bukanlah akhir, melainkan jalan menuju kehidupan yang lebih bermakna.
Di usia 80 tahun Republik Indonesia, mari kita maknai kemerdekaan sebagai tanggung jawab spiritual: menjadi hamba Allah yang bebas dari nafsu, dan tanggung jawab sosial: menghadirkan keadilan bagi sesama.
Hanya dengan begitu, kita benar-benar bisa mengatakan: “Kita Merdeka.”[Sdz]
Sumber: Madrasatuna