INDONESIA adalah negara yang kaya akan lagu perjuangan. Hal ini tidak lepas dari proses kemerdekaan Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan yang tidak mudah, baik sejak awal merintis kemerdekaan, proses menjelang kemerdekaan, maupun saat mempertahankannya.
Lagu perjuangan adalah ekspresi dan sekaligus catatan sejarah atas berbagai peristiwa dan kejadian yang sangat patriotik untuk diabadikan.
Lagu perjuangan pada umumnya berisi tema-tema yang membangkitkan semangat patriotisme, cinta tanah air, dan pujian terhadap simbol kebangsaan dan negara.
Baca Juga: Tiga Fakta Proklamasi Menyatu dengan Perjuangan Islam
Lagu Perjuangan dalam Ancaman Populisme
Kita mengenal lagu-lagu perjuangan seperti Garuda Pancasila, Maju Tak Gentar, Hari Merdeka, Indonesia Raya (yang kemudian ditetapkan sebagai Lagu Kebangsaan), Halo-Halo Bandung, Indonesia Pusaka, dan lain-lain.
Para penggubah lagu perjuangan bahkan ada yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional karena lagu karya ciptanya telah mampu menggugah kecintaan kepada bangsa dan negara, yaitu Wage Rudolf Supratman dan Ismail Marzuki.
Selain dua nama tersebut ada beberapa pencipta lagu yang melahirkan lagu perjuangan seperti H. Mutahar, Cornel Simanjuntak, Ibu Sud, Kusbini, Maladi dan lain-lain.
Seiring dengan berjalannya waktu, lagu-lagu perjuangan semakin sedikit tercipta dan mulai langka keberadaannya.
Selain karena adanya perubahan motivasi dalam penciptaan lagu, juga dipengaruhi semakin kecilnya apresiasi terhadap karya cipta lagu bertema perjuangan.
Para pencipta lagu dihadapkan kepada realitas kecenderungan masyarakat yang semakin lebih menyukai lagu-lagu dengan tema-tema populis seperti percintaan, bahkan perselingkuhan.
Apalagi setelah penciptaan lagu memasuki wilayah komersial sehingga bisa menjadi salah satu jalan untuk memperoleh keuntungan finansial.
Lagu perjuangan semakin tidak mendapatkan ruang dan tempat untuk berkembang. Bisa dihitung dengan jari musisi kekinian yang mampu melahirkan lagu perjuangan. Itupun belum tentu laku di pasaran.
Jika kita mendengar ada lagu perjuangan yang tengah diputar atau dinyanyikan, asosiasi kita langsung berasumsi bahwa sedang ada acara peringatan atau perayaan kenegaraan.
Lagu-lagu perjuangan seolah dikerangkeng dalam kandang sempit.
Seperti dalam aubade menjelang dan setelah upacara hari kemerdekaan, hari pahlawan, atau peringatan sumpah pemuda.
Alih-alih berusaha menampilkan lagu perjuangan, bahkan di tengah upacara kemerdekaan di Istana Merdeka kemarin (17 Agustus 2022), justru acara aubade yang mestinya menampilkan lagu-lagu perjuangan telah diserobot dan diintervensi oleh lagu populis yang lagi viral.
Meskipun temanya sebenarnya sama sekali tidak mencerminkan semangat kemerdekaan. Sebenarnya ini patut disesalkan dan diprihatinkan.
Tapi insiden aubade yang tercederai kemarin itu justru menjadi titik balik bagi kita semua untuk lebih peduli kepada lagu perjuangan.
Agar lagu perjuangan tidak hilang dari peredaran, dan ada kemauan dari para seniman untuk menggubah lagu-lagu baru dengan tema perjuangan, sudah selayaknya jika Pemerintah melakukan tindakan afirmatif seperti pemberian insentif atau penghargaan bagi pencipta lagu perjuangan.
Pemerintah juga perlu mendorong para musisi untuk kembali lebih produktif menampilkan karya-karya lagu perjuangan baik yang klasik maupun yang kekinian.
Semoga dengan adanya intervensi Pemerintah bisa lebih membangkitkan masyarakat untuk mencintai lagu-lagu perjuangan ditengah gempuran budaya populisme yang semakin menggila.
Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai lagu-lagu perjuangannya.
Bekasi, 18 Agustus 2022
Catatan: Muhammad Izzul Muslimin
[Ln]