IMAN dan kesalehan mematangkan kepribadian seorang Muslim. Ada sebuah khutbah dari KH. Dr.Surahman Hidayat, MA. Semoga menjadi perenungan kita bersama.
Baca Juga: Khutbah Jumat Tentang Datangnya Bulan Rajab
Khutbah Jumat Tentang Iman dan Kesalehan Mematangkan Kepribadian Seorang Muslim
Waktu merupakan sebuah karunia Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Setiap insan diberikan waktu masing-masing. Sejatinya semua kita hanya memiliki waktu terbatas di dunia.
Maka beruntunglah orang yang mampu mengatur waktunya dengan baik. Waktu yang dipakai untuk menambah keimanan dan kesalehan akan mengantar kepada ridha Allag. Firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur`an,
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ يَهۡدِيهِمۡ رَبُّهُم بِإِيمَٰنِهِمۡۖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهِمُ ٱلۡأَنۡهَٰرُ فِي جَنَّٰتِ ٱلنَّعِيمِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. Yunus : 9)
Mendapat petunjuk Allah tentu ditandai dengan adanya proses menuju kepada sesuatu yang lebih baik. Dari kelemahan menjadi kekuatan.
Selanjutnya menjadi kematangan. Khususnya dalam kepribadian. Semakin saleh dan matang pribadi seseorang bisa terlihat salah satunya dari pengakuan dan kebanggaannya sebagai muslim.
Bangga dengan jati dirinya yang merupakan seorang agen kebaikan risalah Islam. Di antara tanda kematangan diri seseorang selain bangga sebagai muslim adalah ia senang dan betah hidup dalam suasana berjamaah.
Dengan bekal keimanan, hatinya selalu terpaut dengan masjid. Ia menjadi Ahlul Masajid. Aktif dalam banyak kegiatan yang menghidupkan masjid. Mulai dari shalat berjamaah atau hingga menjadi bagian pengurus masjid.
Dalam hadits, Nabi Muhammad menjelaskan,
إِذا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ المَسَاجِد فاشْهدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ
“Apabila kalian melihat seseorang rajin ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia orang beriman.” (HR Tirmidzi).
Maka, apabila seseorang ingin masuk ke level mukmin, ia harus berlatih supaya menjadi Ahlul Masajid. Pribadi yang selalu terpaut dengan masjid itu menghadirkan sosok yang senantiasa menjadi sumber keamanan dan kenyamanan.
Sebagaimana hadits Rasulullah yang dikutip oleh Imam Ahmad dalam musnad beliau,
المُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاس
“Seorang mukmin itu adalah yang mampu memberikan keamanan di masyarakat.” (HR Ahmad)
Itulah poin penting dari pribadi yang senantiasa dekat dengan masjid. Ia menjadi sumber keamanan dan kenyamanan.
Ia mampu menjaga kondusivitas di lingkungannya. Baik di dalam maupun di luar masjid. Sebab ia tahu dan paham bahwa fungsi utama masjid adalah untuk sujud. Nyaman di dalam masjid dan aman di luar masjid.
Jamaah jum’at rahimakumullah
Seorang mukmin adalah orang yang bisa menjamin keamanan dan kenyamanan manusia sekitarnya. Yaitu selamat dari perbuatan lisan dan tangannya.
Kemudian seiring perjalanan waktu, iman dan amal saleh akan senantiasa bertumbuh dan mendorong pribadi tersebut. Menguatkan sosok pribadi dan menjadikannya selektif.
Sebab orang yang bertakwa adalah orang yang selektif. Ia mampu menghindari apa yang umumnya tidak mampu dihindari manusia. Bagi orang yang bertakwa, selektif dalam beramal adalah satu keharusan.
Meskipun di mata awam orang yang bertakwa akan terlihat berbeda dan tidak jarang akan dicap aneh atau tidak gaul karena tidak mengikuti tren disebabkan selektifitas nilai yang dipegangnya.
Sebab yang menjadi standar dan pertimbangan orang bertakwa adalah nilai kemanfaatan dan ridha Allah.
Semakin kuat ketakwaan seseorang maka akan semakin tinggi selektifitasnya. Sebab pada satu sisi, selektif pada hal yang tidak maslahat atau negatif akan memberikan energi untuk hal-hal yang bernilai positif.
Tenaga yang dimilikinya akan diarahkan untuk melakukan sesuatu yang baik dan positif.
Jamaah jum’at rahimakumullah
Dengan terus mengasah sikap selektif, kita dapat menjadi pribadi yang Ihsan. Keimanan dan ketakwaan akan terus meningkat lagi. Diri kita akan lebih condong pada kebaikan.
Rasa empati kita akan juga semakin meningkat. Itulah Ihsan.
Gambaran sederhana dari ihsan adalah ketika seseorang bersikap minus atau kurang baik, kita membalasnya dengan perlakuan yang plus atau baik.
Apalagi jika seseorang memperlakukan kita dengan baik, orang yang ihsan pasti akan membalasnya dengan yang lebih baik lagi. Sebagimana firman Allah dalam Al-Qur`an,
وَلَا تَسۡتَوِي ٱلۡحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُۚ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِي بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهُۥ عَدَٰوَةٞ كَأَنَّهُۥ وَلِيٌّ حَمِيمٞ
Tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. (QS. Fussilat : 34)
Dengan sikap ihsan, akan tercipta lingkungan yang aman, nyaman, dan kondusif. Dalam mencapai derajat Ihsan tentu butuh kesabaran.
وَمَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلَّذِينَ صَبَرُواْ وَمَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيْمٍ
(Sifat itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar (QS. Fussilat: 35)
Dari ayat diatas kita dapat mengerti bahwa ihsan ditopang dengan kesabaran. Balasan kesabaran tentu saja tak terhingga. Tidak semata di dunia namun juga kelak di akhirat.
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ
Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS az-Zumar: 10)
[Cms]