KETIKA pertama kali Khalid bin Walid diberikan panji. Khalid dikenal sebagai ahli menunggang dan menjinakan kuda dari suku Quraisy; Khalid juga dikenal sebagai ahli siasat perang dari jazirah Arab.
Kini, ia telah meninggalkan berhala pujaan nenek moyang dan kaumnya, bergabung dengan barisan kaum muslimin.
Baca Juga: Khalid Bin Walid, Si Pedang Allah yang Terhunus
Ketika Pertama Kali Khalid bin Walid Diberikan Panji Islam
Ya…, kita sedang bersama Khalid yang sudah masuk Islam untuk mengetahui sejarah hidupnya yang mengagumkan.
Masih ingatkah kamu, tiga panglima Perang Mu’tah yang gugur sebagai syahid? Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dan Abdullah ibnu Rawahah. Mereka pahlawan perang Mu’tah di Syam. Perang Mu’tah yang memaksa Romawi mengerahkan 200 ribu prajurit. Di perang inilah kaum muslimin menunjukan prestasi gemilang.
Kamu juga tentu masih ingat sabda Rasulullah melipur duka atas kepergian mereka, “Bendera pasukan di tangan Zaid bin Haritsah. Ia bertempur dengan gagah berani hingga gugur sebagai syahid.
Lalu, bendera diambil oleh Ja’far. Ia bertempur dengan gagah berani hingga gugur sebagai syahid. Lalu, panji dipegang Abdullah ibnu Rawahah. Ia bertempur dengan gagah berani hingga gugur sebagai syahid.”
Sebenarnya, sabda Rasulullah ini belum selesai. Kelanjutan kiranya pahlawan itu?
Tidak lain, dia-lah Khalid bin Walid. Ia ikut terjun di Perang Mu’tah sebagai prajurit biasa. Sementara yang menjadi panglima pasukan Islam adalah Zaid, Ja’far, dan Abdullah bin Rawahah, secara bergantian. Ketiga-tiganya gugur sebagai syahid.
Sesudah panglima ketiga gugur syahid, dengan cepat Tsabit bin Arqam meraih panji pasukan. Ia kibarkan tinggi-tinggi untuk menjaga kesatuan pasukan.
Dengan cepat ia membawa panji itu kepada Khalid dan berkata, “Ambillah panji ini, wahai Abu Sulaiman.”
Khalid merasa tidak berhak memimpin pasukan Islam yang di dalamnya terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, sementara ia belum lama masuk Islam.
Ini adalah sikap hormat, rendah hati, bijaksana, dan sifat baik yang ditunjukan oleh Khalid. Dan, memang seperti itulah Khalid.
Ia menjawab, “Tidak! Aku tidak akan mengambil bendera ini. Engkau lebih berhak memegangnya. Engkau lebih tua dan pernah ikut di Perang Badar.”
Tsabit berkata, “Ambillah! Engkau lebih mengetahui muslihat perang daripada aku. Demi Allah, aku tadi mengambilnya untuk kuberikan kepadamu.”
Lalu Tsabit berseru kepada pasukan Islam, “Setujukah kalian dipimpin Khalid?”
Mereka menjawab, “Setuju.”
Dengan gesit panglima baru ini melompat ke punggung kudanya. Ia condongkan bendera di tangannya ke depan, seakan ingin menggedor pintu yang selama ini terkunci rapat.
Sudah waktunya, pintu itu terbuka untuk memulai jalan panjangnya, baik saat Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat. Hari demi hari Khalid menorehkan sejarah panjangnya yang penuh keajaiban.
Khalid memegang bendera pasukan pada saat pasukan Islam berada di bawah angin. Pasukan Islam sudah banyak yang berjatuhan.
Sementara pasukan Romawi dengan bilangannya yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang menyapu medan.
Dalam situasi seperti ini, siasat perang apa pun tidak akan mampu membalikkan keadaan: yang kalah jadi menang dan yang menang jadi kalah.
Satu-satunya harapan ialah menghentikan jatuhnya korban lebih lanjut, dan menyelamatkan sisa pasukan. Artinya, pasukan Islam harus mundur teratur agar terhindar dari kehancuran misal di medan tempur itu.
Hanya saja dalam kondisi seperti ini, mundur seakan mustahil. Akan tetapi, tidak ada yang mustahil bagi si pemberani. Dan, adakah yang lebih pemberani dibandingkan Khalid? Adakah yang lebih hebat dan tajam pandangannya dibandingkan Khalid?
Bagaikan elang, mata Khalid menyorot tajam ke semua sudut medan perang. Lalu, ia membagi pasukannya menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok mempunyai tugas masing-masing.
Ia pergunakan siasat perangnya yang luar biasa, hingga akhirnya pengepungan yang dilakukan pasukan Romawi terbuka, dan pasukan Islam bisa lolos dengan selamat.
Keberhasilan ini berkat kepahlawanan Khalid. Berkat keberanian, kecerdikan, dan ketepatannya bertindak.
Di pertempuran inilah Khalid mendapat gelar, “Si Pedang Allah yang selalu Terhunus” dari Rasulullah. [Cms]
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom