KARENA harta, ibu ini lebih memilih kaum LGBT daripada seorang Nabi. Siapakah itu? Ibu itu bernama Wali`ah, istri dari Nabi Luth. Hakimuddin Salim menuliskan bahwa sebagaimana banyak dinukil oleh para mufassir, Ibnu Abbas mengatakan bahwa Wali’ah tidak termasuk pelaku LGBT. Terbukti ia menikah dengan Nabi Luth dan mempunyai beberapa anak.
Baca Juga: Waketum MUI Anwar Abbas Sesalkan Citayam Fashion Week Dimanfaatkan Kelompok LGBT
Karena Harta, Ibu ini Memilih Kaum LGBT daripada Seorang Nabi
Jika Al-Qur’an pernah menyebut pengkhianatan yang dilakukan oleh istri Nabi Luth dan Nabi Nuh (fakhonatahuma), itu adalah pengkhianatan aqidah dan keberpihakan pada agenda musuh. Bukan pengkhianatan berupa baghyun atau fahisyah.
Salah satu versi sejarah menyebutkan, bahwa semula Wali’ah adalah istri yang baik. Sayang ia terpengaruh oleh seorang wanita tua yang menawarkan kekayaan berupa emas dan perak, dengan syarat ia harus bersedia memberi tahu penduduk Sodom, jika ada lelaki tampan yang bertamu ke rumahnya. Rumah Nabi Luth memang sering kedatangan tamu dari kaum lain.
Iman Wali’ah kalah dengan nafsu dan hasrat akan kekayaan dunia. Ia menerima tawaran wanita tua itu. Ia pun memberitahu kaum Sodom, setiap kali ada lelaki tampan yang bertamu pada suaminya.
Sementara itu, dakwah Nabi Luth kepada kaumnya tidak menambah apa-apa kecuali perlawanan dan kesombongan.
Mereka terus-menerus mempertontonkan kekejian dan kemungkaran. Hingga Nabi Luth memohon pertolongan kepada Allah, “Ya Tuhanku, tolonglah aku atas kaum yang berbuat kerusakan itu.” (QS. Al Ankabut: 30).
Alloh mengabulkan doa Nabi Luth, dan mengutus Malaikat untuk membinasakan mereka. Malaikat datang ke Negeri Sodom dengan menyerupai dua orang lelaki yang tampan.
Nabi Luth merasa susah dan sempit dadanya karena kedatangan mereka. Ia takut kedua tamunya akan menjadi mangsa seperti biasanya. (QS. Huud: 77)
Sementara bagi Wali’ah ini adalah peluang untuk mendapatkan pundi-pundi emas. Maka dengan diam-diam, ia memberitahukan kedatangan kedua pemuda tampan itu kepada kaumnya.
Kaum Sodom pun berdatangan ke rumah Nabi Luth dengan penuh keberingasan. Luth mencoba mencegah mereka dengan menawarkan untuk menikahi putri-putrinya.
Hal itu bagi Luth lebih ringan daripada mereka berbuat bejat kepada tamunya. Namun mereka tidak berminat sedikit pun kepada putri-putri Luth.
Tiba-tiba tamu itu berkata kepada Nabi Luth: “Sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak dapat mengganggu engkau.” Kemudian mereka berkata lagi: “Bukakan pintu dan tinggalkanlah kami bersama mereka!”.
Nabi Luth pun membuka pintu rumahnya. Kaumnya menyerbu masuk dengan penuh kegilaan menuju ke arah tamu-tamu Nabi Luth.
Ketika itulah, Malaikat menunjukkan kelebihannya, ia mengembangkan sayapnya dan memukul orang-orang durjana itu.
Akhirnya, mata mereka menjadi buta seketika. Mereka berteriak kesakitan dan bingung mencari arah. Bertanyalah Nabi Luth kepada Malaikat: “Apakah kaumku akan dibinasakan saat ini juga?”
Malaikat menjawab bahwa azab akan ditimpakan kepada kaumnya pada waktu Subuh nanti.
Malaikat memerintahkan Nabi Luth untuk pergi pada akhir malam nanti bersama semua keluarganya, terkecuali istrinya. Istrinya Wali’ah termasuk yang akan diadzab.
Karena ia telah berpihak dan turut membantu orang-orang berbuat kerusakan (QS. Huud: 81).
Ada juga versi lain yang menyebutkan bahwa Wali’ah ikut diadzab karena ia menoleh ke belakang saat berlari bersama suaminya.
Bisa karena kepikiran harta, bisa juga diartikan ia sebenarnya hanya iba, merasa sayang dan kasihan kepada kaumnya. Padahal sebelumnya sudah diwanti-wanti Malaikat untuk tidak menoleh ke belakang punggungnya.
Manapun yang benar dari berbagai versi yang diriwayatkan, kisah Wali’ah ini memberi pelajaran penting tentang keberpihakan. Betapa keberpihakan terhadap kekejian dan kemungkaran akan menyeret pada kebinasaan. Apapun yang menjadi alasan.
Entah karena tendensi materi, empati yang bukan pada tempatnya, atau karena intelektualitas yang kebablasan.[Ind/manhajuna/Cms]