KETIKA wanita diingatkan untuk tidak mencela. Pengingat ini terdapat dalam Al-Qur`an surat Al-Hujurat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat: 11).
Baca Juga: Boleh Tidaknya Wanita yang Ingin Melajang Selamanya?
Ketika Wanita Diingatkan untuk Tidak Mencela
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menuduh wanita lebih besar berpeluang melakukan celaan. Namun, sekadar sebagai pengingat bahwa Allah swt. menyebut wanita secara khusus untuk tidak mencela yang lain.
Ayat di atas memberikan bingkai akhlak seorang muslim. Seorang muslim bersama dengan imannya yang jernih dilarang mengotori hati dan ucapannya dengan perkataan buruk.
Biasanya hal tersebut ditujukan ke pihak lain di luar dirinya. Pada titik ini, si pencela secara tidak sadar telah menganggap bahwa dirinya jauh lebih baik dengan pihak lain itu.
Padahal, takaran baik atau buruk seseorang tidak bisa dinilai secara subjektif. Melainkan, dengan ukuran yang telah digariskan Allah dan RasulNya.
Allah mengingatkan kita, boleh jadi orang yang kita remehkan itu lebih baik dari kita, tentu dari sisi Allah swt. Bukan dari takaran duniawi, materi, tampilan, dan sejenisnya.
Selain itu, kecenderungan untuk meremehkan orang lain merupakan ciri orang sombong. Rasulullah mengajarkan bahwa sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.
Dua hal yang merupakan ciri orang sombong, di atas lima puluh persen, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang punya kelebihan. Antara lain, lebih cantik, ganteng, lebih kaya, lebih berkuasa, dan lain-lain.
Dalam surat Al-Hujurat ayat 11, Allah memberikan pengulangan dengan tema larangan yang sama, yaitu larangan mencela atau merendahkan orang lain.
Pertama ditujukan untuk kaum terhadap kaum yang lain. Kaum bisa berarti sekelompok orang dalam satu ikatan. Misalnya, suku, bangsa, kelompok kelas ekonomi, ikatan profesi, kelas pekerja dan pemilik modal, dan lain sebagainya.
Semua kaum-kaum yang merasa lebih baik, lebih berkuasa, lebih mampu, dan lebih-lebih yang lain; Allah larang untuk melakukan perendahan terhadap kaum di bawahnya.
Boleh jadi, manusia gagal melihat nilai mulia yang sebenarnya, dan terjebak pada kemuliaan semu yang menempel pada materi, dan hal duniawi lain. Semua yang mereka sebut sebagai kemuliaan itu akan musnah, dan menempel secara fatamorgana. Bukan yang sebenarnya.
Allah meluruskan tentang ini bahwa kemuliaan itu milik Allah swt. Dan orang yang paling mulia dalam pandangan Allah bukan soal materi, atau yang sejenisnya; melainkan karena ketakwaannya.
Ayat ini seperti ingin meluruskan orang-orang beriman agar mereka tidak berpandangan picik, seperti yang dilakukan orang-orang jahiliyah.
Dan itu wajar karena mereka tidak memiliki iman dan Islam yang menjelaskan mana yang baik dan yang buruk. Sementara, orang beriman sudah Allah cerahkan dengan hidayah keimanan dan keislaman.
Menariknya, peringatan ini terulang dengan subjek yang berbeda. Setelah Allah swt. menyebut kaum, kemudian dikhususkan untuk wanita.
Allah swt. tentu Maha Mengetahui terhadap ciptaanNya. Seperti apa ruang lingkup yang dimiliki pria, dan begitu pun dengan wanita. Allah Maha Memahami potensi-potensi buruk apa yang mungkin timbul dari pria dan juga wanita.
Dengan peringatan khusus untuk wanita ini, ada baiknya yang dilakukan oleh orang beriman adalah menerima masukan sepenuhnya. Bukan membangun benteng-benteng penolakan.
Dari peringatan ini pula, wanita dan termasuk juga pria, berlatih untuk membatasi syahwat emosinya untuk hal-hal yang positif.
Seperti empati terhadap orang yang lebih rendah kelas dan status materinya. Dan soal empati ini, wanita biasanya jauh lebih tajam daripada pria.
Pelajaran berikutnya untuk wanita, berlatih untuk menilai orang lain berdasarkan hati yang jernih, baik sangka, dan data yang valid. Cek and ricek.
Karena boleh jadi, yang kita tidak tahu tentang orang lain itu jauh lebih banyak dari yang kita tahu. Khususnya kehebatan, dan kebaikannya di sisi Allah swt. Wallahu a’lam. [mh/Cms]