ISYARAT panas diulas oleh Uttiek M. Panji Astuti yang menghubungkan perubahan iklim dengan panasnya udara di Inggris yang menyebabkan beberapa tentara jatuh pingsan saat persiapan perayaan ulang tahun raja.
Peristiwa tak terduga terjadi di acara gladi bersih Colonel’s Review dalam rangka persiapan perayaan ulang tahun Raja Charles III di London, Inggris.
Acara seremonial yang menandai hari lahir penguasa Inggris itu telah menjadi tradisi selama lebih dari 260 tahun.
Di tahun ini, saat pasukan Inggris berlatih Trooping the Colour, tetiba beberapa tentara jatuh pingsan. Termasuk satu pemain musik yang terekam kamera TV terus memainkan trombon setelah pingsan.
Penyebabnya disinyalir karena temperatur yang melonjak hingga 30°C pada Sabtu (10/6). Cuaca itu dirasa sangat panas oleh orang Inggris.
Padahal, bagi orang Jakarta dan sebagian wilayah di Indonesia, suhu 30 °C dirasa sangat “nyaman”.
Baca Juga: Perubahan Iklim Menjadi Ancaman bagi Kesehatan Manusia
Isyarat Panas, Tentara Pingsan di Seremonial Raja
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis suhu maksimum musim kemarau di wilayah Indonesia berkisar antara 34 °C hingga 36 °C.
BMKG juga menginformasikan bahwa suhu maksimum harian yang pernah tercatat mencapai 37,2 °C, lewat pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada Selasa (25/4).
Secara klimatologis, penyebab panasnya cuaca di antaranya dipengaruhi oleh gerak semu matahari, tren pemanasan global dan perubahan iklim.
Bersiaplah, karena gelombang panas “heatwave” ini diprediksi semakin berisiko berpeluang terjadi 30 kali lebih sering!
Perubahan iklim tak hanya berdampak pada naiknya suhu rata-rata bumi, tapi juga mengakibatkan banyak kerusakan, seperti hilangnya terumbu karang sebagai rumah ikan, naiknya permukaan laut, mencairnya es di kutub, hingga cuaca yang susah diramal, karena musim yang datang tak menentu.
Ternyata, kondisi serupa pernah terjadi pada masa Fir’aun sekian ribu tahun lalu yang diabadikan dalam QS Al-A’raf: 130.
“Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Firaun dan) kaumnya dengan musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran.”
Perubahan cuaca yang terjadi saat itu bisa jadi bersifat lokal, karena perubahan iklim belum mengglobal seperti saat ini.
Kerusakan yang mereka lakukan membuat Sungai Nil yang menjadi satu-satunya sumber air di Mesir berkurang alirannya hingga menyebabkan kemarau panjang, kekeringan, dan gagal panen.
Lebih dari itu, Fir’aun dan kaumnya tidak mau mendengar seruan kebenaran yang dibawa Nabi Musa, selalu ingkar dan berbuat maksiat.
Kezaliman dan kejahatan yang mereka lakukan itulah yang membuat mereka ditimpa bencana.
Pelajaran bagi kita, jangan mengundang kembali datangnya pemimpin seperti “Fir’aun-Fir’aun”, yang akan membuat kita terseret dalam malapetaka. Isyarat panasnya cuaca bisa jadi adalah penanda.[ind]