SEKULERISME dalam pendidikan hancurkan peradaban. Anak-anak muda yang dididik secara sekuler dan kemudian dikirim untuk melanjutkan pendidikannya ke negara-negara Eropa bagaikan anai-anai yang menggerogoti negerinya sendiri.
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti dalam akun IG-nya @uttiek.herlambang, (24/10/22) menulis tentang kisah kelam sekulerisme dalam pendidikan di Turki.
“Utsmani sedang mengandung janin Eropa. Sultan beternak ular berbisa di istananya,” keluhnya pilu.
Usulannya untuk mereformasi sistem pendidikan Daulah Utsmani dengan menggabungkan tiga pilar, yakni medrese sebagai pilar pendidikan agama, mekteb sebagai pilar pendidikan umum, serta tekke sebagai lembaga penyucian rohani, ditolak.
Sultan memang menggalakkan pendidikan dengan membangun sekolah-sekolah baru di mana-mana. Namun, sekolah itu mengusung kurikulum sekuler dan membabat madrasah yang sudah ada sebelumnya.
Kekhawatirannya terbukti. Peradaban besar yang dibangun leluhurnya lebih dari empat ratus tahun itu perlahan tapi pasti mulai menggali kuburnya sendiri.
Anak-anak muda yang dididik secara sekuler dan kemudian dikirim untuk melanjutkan pendidikannya ke negara-negara Eropa bagaikan anai-anai yang menggerogoti negerinya sendiri.
Di saat Sultan menginsafi kekeliruannya, semua telah terlambat. Turki telah bersalin rupa menjadi sekuler. Anak-anak muda yang semula diharapkannya itu justru dengan paksa mendongkelnya dari istana.
Negeri yang dibebaskan oleh panglima terbaik dari pasukan terbaik sebagaimana dinubuwatkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu merintih pilu.
Masjid-masjid diberangus, termasuk Masjid Agung Aya Sofya yang dialihfungsikan menjadi museum. Kumandang adzan tak boleh diperdengarkan, kalaupun ada, tak lagi berbahasa Arab.
Anak-anak muda dijauhkan dari Alqur’an dan agamanya. Jilbab dilarang. Mengganti kalender Hijriah dengan kalender Gregorian, dan mengubah sistem pendidikan menjadi sepenuhnya sekuler.
Sang alim pembela agama Allah bergelar Bediuzzaman atau Keajaiban Zaman itu bernama Said Nursi.
Baca Juga: 5 Alasan Kenapa Kamu Pilih Turki untuk Studi
Sekulerisme dalam Pendidikan Hancurkan Peradaban
View this post on Instagram
Sukran Vahide, penulis buku “Islam in Modern Turkey: An Intellectual Biography of Bediuzzaman Said Nursi”,
dalam catatan akhirnya menyebutkan bahwa sang ulama ini adalah seorang sayyid, yakni keturunan langsung Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Ibunya adalah seorang Husaini dan ayahnya Hasani.
Said Nursi mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Utsmani dan umat Islam di muka bumi. Ia paham betul, semua itu berawal dari sistem pendidikan yang ditelikung oleh para pengkhianat bangsa.
Ia ingin buktikan, Islam adalah agama yang selalu relevan hingga akhir zaman dengan Alqur’an sebagai panduannya. Meninggalkannya, sama artinya membawa diri ke dalam kehancuran.
Apa yang terjadi di Turki harusnya menjadi pelajaran. Secara perlahan, memasukkan paham sekularisme dalam pendidikan hanya akan membawa kehancuran. Seabad yang lalu, hal itu telah terbukti. Akankah kita mengulangi?
22 Oktober, Selamat Hari Santri Nasional.[ind]