NIAT yang ikhlas bukan hanya menjadi syarat utama amal diterima Allah subhanahu wata’ala. Ikhlas juga mampu menenangkan hati.
Ada suasana kegembiraan luar biasa di kalangan sahabat Nabi di masa Kekhalifahan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Pasukan Islam berhasil mengalahkan Kekaisaran Persia.
Siapa panglimanya? Ya, sang panglima adalah seorang sahabat Nabi yang terus naik daun di dunia kemiliteran. Beliau adalah Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu.
Karir kemiliteran beliau begitu luar biasa. Sukses memimpin pasukan semasa Rasulullah, Khalifah Abu Bakar, dan terakhir di masa Khalifah Umar bin Khaththab. Terakhir?
Ya, selepas memimpin penaklukan Kekaisaran Persia, Khalid bin Walid dinonaktifkan oleh khalifah. Apa gerangan salah Khalid bin Walid?
Para ahli sejarah menganilisis bahwa memang tidak ada kesalahan yang dilakukan Khalid bin Walid. Justru sebaliknya, umat Islam khususnya pasukan yang ikut berperang begitu mengelu-elukan Khalid bin Walid.
Lalu, apa karena Khalifah Umar takut tersaingi popularitasnya oleh kepiawaian Khalid bin Walid memimpin perang?
Bukan itu. Khalifah Umar bin Khaththab memecat Khalid bin Walid ternyata demi untuk kebaikan Khalid bin Walid dan pasukan Islam sendiri dari potensi kultus individu yang berlebihan.
Khalifah Umar seperti ingin mendidik umat Islam saat itu bahwa kemenangan semata-mata karena pertolongan Allah subhanahu wata’ala. Bukan karena sosok tertentu yang dianggap digjaya.
Bagaimana reaksi Khalid bin Walid dipecat justru di saat prestasi kerjanya sangat luar biasa? Apa dia protes, melawan, atau bahkan melakukan pembangkangan?
Sama sekali tidak. Khalid bin Walid menerima dengan ikhlas keputusan berat Khalifah Umar itu. Bahkan ia pun ikut membantu panglima penggantinya, yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah radhiyallahu ‘anhu selama ia masih sehat.
**
Menjaga ikhlas dalam beramal itu tak mudah. Terlebih lagi saat prestasinya luar biasa. Selalu saja, ada bisikan ‘lembut’ dari setan yang menyelinap di hati: Anda luar biasa. Tak ada orang yang bisa sehebat Anda. Sudah sepatutnya Anda dipuji banyak orang!
Ketika peluang untuk dipuji lenyap karena dibebastugaskan, setan akan lebih agresif lagi. Bukan lagi sekadar memuji-muji, tapi juga mengompori untuk marah.
Ikhlas dalam beramal menjadikan pelakunya tak merasa perlu untuk dipuji. Dan merasa pantas untuk marah ketika peluang dipuji itu tak lagi ada.
Hal ini karena semua tujuan amalnya bukan untuk itu. Bukan untuk dilihat dan dinilai umat manusia. Melainkan semata-mata karena Allah subhanahu wata’ala. Dan hanya dari Allah, ia mengharapkan balasan yang utama.
Jagalah keikhlasan kita. Selain menenangkan hati, jerih payah itu tak akan sia-sia di sisi Allah subhanahu wata’ala. [Mh]