IMAN dan kualitas umat. Iman dalam definisi syariat adalah pembenaran dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dipraktikkan dengan anggota badan.
Dengan demikian, keimanan seseorang bisa dikatakan benar apabila mencakup tiga unsur.
Pertama, adalah keyakinan yang teguh dan kuat di dalam hati.
Artinya hati betul-betul menerima, mengakui, dan meyakini apa-apa yang harus diimani sesuai perintah agama.
Kedua, keyakinan dalam hati ini diikrarkan dengan pengakuan melalui ucapan lisan atau syariat.
Ketiga, adalah pembuktian keimanan dengan mengamalkan Islam secara kaffah (total).
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Ketiga hal tersebut tidak boleh terpisahkan dalam kehidupan seorang muslim.
Ketiganya harus mampu mewarnai dan menjadi motor penggerak kehidupan sehari-hari.
Apabila itu terlaksana, maka iman yang ada dalam sanubari seorang muslim akan mampu menciptakan sesuatu yang dianggap mustahil.
Sebagaimana iman para sahabat yang mampu menciptakan peradaban kemanusiaan di tengah-tengah kehidupan jahiliyah dan komunitas bangsa-bangsa yang tenggelam dalam lumpur kehidupan materi.
Baca juga: Shalat dan Kesehatan Jiwa
Iman dan Kualitas Umat
Salah satu contoh nyata dari peradaban kemanusiaan yang dibangun oleh para salafus-shalih adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam At-Thabari.
Bahwa ketika muslimin menduduki kota Madinah dan memperoleh rampasan perang, datang seorang laki-laki membawa harta rampasan untuk diserahkan kepada petugas pengumpul.
Ketika melihat harta diserahkan, orang-orang saling berbisik dengan mengatakan, “Belum pernah kita melihat barang berharga seperti itu. Apa yang kita serahkan sungguh tiada menyamai, bahkan mendekatipun tidak.”
Para petugas bertanya, “Apakah engkau tidak mengambilnya barang sedikit pun?”.
Ia menjawab, “Tidak, demi Allah! Kalau bukan karena Allah, aku tidak mungkin menyerahkan harta ini kepada kalian.”
Karena melihat laki-laki itu mempunyai kejujuran yang luar biasa, mereka bertanya, “Siapa engkau?”.
Ia menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan memberitahukan kepada kalian siapa diriku, agar kalian tidak memujiku. Juga kepada selain kalian, agar mereka tidak memberikan penghargaan kepadaku. Aku hanya mengharapkan pujian dari Allah dan puas dengan pahala-Nya”.
Karena mereka merasa ingin tahu, maka mereka mengikuti laki-laki tadi sampai ke tempat kawan-kawannya.
Setelah ditanyakan kepada orang lain, diketahui bahwa ia adalah Amir bin Qais.
Sumber: Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun – Dr. Hasan El Qudsy
[Sdz]