ChanelMuslim.com–Isra’ artinya perjalanan Nabi saw dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa pada malam hari. Mi’raj artinya perjalanan naiknya Rasulullah saw dari Masjidil Al Aqsa ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Ustaz Farid Nu’man Hasan menuliskan hikmah luar biasa dari peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw.
1. Ujian Iman kepada Allah bahwa Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Bagi sebagian orang dahulu dan sekarang, tidak mempercayai kejadian ini. Mereka memandang dengan akal semata bahwa mustahil manusia mengalami ini dalam waktu semalam saja.
Ditambah lagi berbagai kisah tentang berjumpanya Rasulullah saw dengan para nabi sebelumnya di tiap lapisan langit, serta pemandangan tentang surga dan neraka. Ada pun bagi seorang mukmin amat meyakini wallahu ‘ala kulli syai’in qadiir, Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Jika saja ada peristiwa yang lebih besar dan lebih “tidak masuk akal” dari Isra’ Mi’raj, niscaya bagi seorang mukmin tetap akan meyakininya. Sebab, hal-hal seperti itu adalah peristiwa yang sangat mudah bagi Allah Ta’ala untuk menjadikannya.
2. Ujian Iman kepada kebenaran risalah Rasulullah saw
Seorang mu’min wajib meyakini tanpa ragu sedikitpun, bahwa apa yang dibawa dan diberitakan oleh Nabi saw adalah benar adanya. Lihatlah yang dilakukan Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu tentang peristiwa ini.
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha menceritakan dengan sanad yang shahih:
Ketika Nabi saw Isra (perjalanan malam) menuju Masjidil Aqsha, paginya beliau menceritakan hal itu kepada manusia dan manusia mengingkarinya. Sementara, bagi yang mempercayainya, membenarkannya, dan mendengarkan hal itu, mereka mendatangi Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu. Mereka mengatakan: “Apakah kau dengar sahabatmu bahwa dia menyangka melakukan perjalanan malam hari menuju Baitul Maqdis?” Beliau (Abu Bakar) menjawab: “Dia mengatakan demikian?” Mereka menjawab: “Ya.” Abu Bakar berkata: “Jika benar dia berkata demikian maka dia telah benar (shadaqa).” Mereka mengatakan: “Apakah kau membenarkan bahwa dia pergi pada malam hari ke Baitul Maqdis dan sudah pulang sebelum subuh?” Abu Bakar menjawab: “Ya, saya membenarkannya walau pun dalam jarak yang lebih jauh dari itu.” Beliau membenarkan berita dari langit baik pada pagi atau malam, oleh karena itu, dia dinamakan Abu Bakar Ash Shiddiq.” (HR. Al Hakim, Al Mustadrak No. 4407, Imam Al Hakim mengatakan: sanadnya shahih tetapi Bukhari – Muslim tidak meriwayatkannya. Imam Adz Dzahabi menyepakati keshahihan hadits ini. Abu Nu’aim, Ma’rifatush Shahabah No. 69. Syaikh Al Albani menyatakan shahih dalam As Silsilah Ash Shahihah, 1/615, No. 603)
3. Keagungan dan keistimewaan ibadah shalat
Shalat adalah ibadah yang diperintahkan ketika Rasulullah di langit, sementara ibadah lain diperintahkan ketika Rasulullah di bumi. Shalat merupakan “mi’raj”-nya orang-orang mukmin di dunia. Shalat merupakan tiangnya agama, dan para sahabat nabi memandang pembeda antara kekafiran dan keislaman seseorang adalah shalat.
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
“Telah difardhukan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat pada malam beliau di-isra`-kan 50 shalat. Kemudian dikurangi hingga tinggal 5 shalat saja. Lalu diserukan, “Wahai Muhammad, perkataan itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima shalat ini sama bagimu dengan 50 kali shalat.” (HR. At Tirmidzi No. 213, katanya: hasan shahih gharib. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 213)
4. Kemuliaan Masjidul Haram dan Masjidul Aqsha
Keduanya dianjurkan untuk diziarahi, juga Masjid Nabawi. Keduanya adalah kiblat umat Islam; pertama adalah Al Aqsha, lalu dipindahkan ke Al Haram. Shalat di keduanya memiliki kelipatan yang sangat banyak dibandingkan dengan masjid lain.
Demikian. Wallahu a’lam.
[ind]