APAKAH tinju haram dalam Islam?
Ada beberapa pertimbangan yang memberi kita alasan kuat untuk menganggap tinju profesional haram total, atau, paling tidak, sangat makruh sedemikian rupa sehingga seorang Muslim tidak boleh mempraktikkan atau memaafkan olahraga ini dalam arti apa pun.
Dilansir dari aboutislam, Sheikh Ahmad Kutty, dosen senior dan ulama Islam di Institut Islam Toronto, Ontario, Kanada, menyatakan:
Posisi Islam terhadap olahraga dan permainan ditentukan dengan mempertimbangkan dan membandingkan semua manfaat dan kerugian yang relevan.
Jika terdapat manfaat nyata dalam suatu olahraga atau permainan, maka dianggap boleh, atau bahkan dianjurkan.
Namun jika ada lebih banyak kerugian daripada manfaat yang diperoleh dari suatu olah raga, maka olah raga tersebut mungkin dianggap haram.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Selain itu, ketika membandingkan manfaat dan kerugian, syariat memberikan penekanan yang lebih besar pada penghapusan segala dampak buruk dibandingkan manfaat yang mungkin ada.
Gulat, pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, melibatkan penggunaan kebugaran fisik dan keterampilan untuk mengalahkan lawan, keterampilan seperti itu dahulu, dan sekarang, sangat diinginkan, atau bahkan penting, untuk tujuan pertahanan diri.
Selain itu, pelatihan untuk menyempurnakan atau membentuk otot juga dianjurkan. Gulat termasuk dalam kategori ini.
Tinju profesional, seperti yang dipraktikkan saat ini, sama sekali berbeda.
Pertama-tama, hal ini berakar pada tradisi yang sepenuhnya bertentangan dengan norma-norma Islam dan, oleh karena itu, menjijikkan dan tidak dapat diterima.
Analoginya tidak dengan gulat yang dibolehkan karena manfaatnya secara fisik, namun hal ini lebih mirip dengan permainan dan hiburan yang menjijikkan seperti adu banteng dan sabung ayam, yang dikutuk oleh Islam.
Tinju profesional sudah ada sejak perdagangan budak Amerika.
Baca juga: Hukum Go Food dalam Islam
Apakah Tinju Haram dalam Islam?
Pada saat itu, tuan budak akan mengadu budak terbesar mereka satu sama lain dalam pertarungan sengit hingga hampir mati dan bertaruh pada hasilnya.
Jelasnya, satu-satunya keuntungan yang didapat dari pertarungan budak adalah rasa kenyang yang tidak wajar terhadap kesenangan duniawi tuan budak.
Pada akhirnya, tinju didasarkan pada gagasan sadis untuk memperoleh kesenangan dalam melihat penderitaan sesama makhluk.
Lebih lanjut, seperti yang dipraktikkan saat ini, tinju melibatkan pemberian pukulan ke kepala dan dada lawan, yang, sebagaimana didokumentasikan secara luas, membuat petarung terkena segala jenis cedera yang berpotensi melumpuhkan dan fatal yang tidak dapat disembuhkan.
Buktinya terlihat dari kondisi kesehatan sebagian besar juara tinju kemarin, tak terkecuali yang kalah.
Ketika kita mempertimbangkan bukti-bukti kuat tersebut, tidak ada keraguan di benak umat Islam bahwa olahraga ini termasuk dalam kategori menyebabkan dan melukai diri sendiri dan orang lain.
Diktum Nabi, “Tidak boleh ada toleransi terhadap penerimaan atau perbuatan yang merugikan,” harus diingat dalam konteks ini.
Lebih jauh lagi, Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Janganlah kamu membawa dirimu kepada kehancuran diri sendiri.” (Al-Baqarah 2:195).
Pada akhirnya, pertimbangan di atas memberi kita alasan penting untuk menganggap tinju profesional dilarang total (haram) atau paling tidak sangat tidak diinginkan (makruh) sedemikian rupa sehingga seorang Muslim juga tidak boleh melakukannya, mempraktikkan atau memaafkan olahraga ini dalam arti apa pun.[Sdz]