Seluruh aturan yang Allah buat tidak lain karena Ia inginkan kebaikan pada hamba-Nya. Tidak ada satu aturanpun yang bermaksud untuk menyengsarakan karena hal tersebut mustahil bagi Allah Sang Penguasa alam semesta.
Dalam sebuah hadis disebutkan:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه الترمذي)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah akan menyegerakan hukuman bagi hamba-Nya di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan kepada hamba-Nya maka Allah akan menahan dosanya sehingga dia terima kelak di hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi)
Baca Juga: Berlomba dalam Kebaikan
Allah Inginkan Kebaikan Pada Hamba-Nya
Ada beberapa hikmah dari hadis di atas, sebagaimana dipaparkan oleh Ustaz Rikza Maulan, Lc, M.Ag:
1. Keburukan yang tergambar di mata manusia, belum tentu secara hakiki merupakan keburukan yang sesungguhnya di mata Allah subhanahu wa ta’ala.
Karena keburukan yang terjadi pada manusia di dunia, bisa jadi secara hakekat merupakan kebaikan, yaitu ketika Allah menyegerakan hukuman bagi hamba-Nya tersebut di dunia, agar kelak di akhirat ia telah terbebas dari segala dosa.
Hal ini sebagaimana yang digambarkan dalam hadis di atas.
2. Bahwa keburukan yang terjadi pada manusia, bisa jadi merupakan kebaikan dengan alasan sebagai berikut:
a. Bahwa manusia merupakan tempatnya salah dan khilaf, yang tidak seorang manusia pun yang hidup melainkan ia pasti pernah berbuat dosa dan salah.
Atas dasar tersebut Allah kemudian menyegerakan hukumannya di dunia, hingga nanti saat meninggalnya, maka ia meninggal dalam kondisi segala dosa dan kesalahannya telah diampuni oleh Allah. Dalam riwayat lainnya disebutkan ;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ أَوْ الْمُؤْمِنَةِ فِي جَسَدِهِ وَفِي مَالِهِ وَفِي وَلَدِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ (رواه أحمد)
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Musibah akan senantiasa menimpa seorang mu’min atau mu’minah baik pada jasad, harta maupun anaknya, sehingga ia akan bertemu Allah Azza Wa Jalla dalam keadaan tanpa menanggung dosa.” (HR. Ahmad, hadits no 7521)
b. Keburukan yang menimpa manusia bisa jadi merupakan salah satu tanda cinta dari Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Abu Sa’id Al-Khudri sebagai berikut:
أنَّ رجلًا قال : يا رسولَ اللهِ , ذهبَ مالِي وسقمَ جسمي فقال صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم : لا خيرَ في عبدٍ لا يذهبُ مالُه ولا يسقُمُ جسمُه إنَّ اللهَ إذا أحبَّ عبدًا ابتلاهُ وإذا ابتلاهُ صبَّرَه .
Bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah. “Wahai Rasulullah, hartaku telah habis dan tubuhku jatuh sakit? Rasulullah bersabda, ‘Tidak ada kebaikan bagi seorang hamba yang hartanya tidak berkurang dan fisiknya tidak (pernah) mengalami sakit. Sesungguhnya apabila Allah subhanahu wa ta’ala mencintai seorang hamba, maka Allah akan mengujinya. (Al-Iraqy berkata bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya)
c. Ujian, musibah dan bencana bisa jadi merupakan sarana bagi seorang hamba untuk mendapatkan keridhaan Allah. Jika ia ridha menerima segala yg Allah kehendaki, maka Allah pun akan memberikan keridhaan-Nya padanya. Dalam hadis disebutkan:
عن انس بن مالك عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ (رواه الترمذي)
Dari Anas radhiayallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Sesungguhnya besarnya balasan (pahala) tergantung dari beratnya ujian. Dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan Allah, namun barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan Allah.” (HR. Tirmidzi)
3. Maka kondisi apapun yang menimpa kehidupan seorang mu’min dalam menjalani kehidupan di dunia, semuanya adalah kebaikan di matanya. Jika mendapat kenikmatan maka ia akan bersyukur dan jika mendapatkan musibah dan keburukan maka ia akan bersabar. Syukur dan sabar merupakan diantara sifat calon penghuni surga.
Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala melimpahkan segala kebaikan untuk kita semua, dan menghindarkan kita dari segala musibah dan keburukan.
Amiin ya Rabbal Alamiinnnn
Wallahu A’lam