TENTU kita sudah tidak asing lagi bahwa Islam meletakkan kedudukan perempuan sebagian seorang ibu sangatlah tinggi. Hal ini selaras dengan hak ibu atas anaknya lebih ditekankan daripada dengan ayahnya.
Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?
قال أمك قال ثم من؟ قال أمك قال ثم من؟ قال أمك قال ثم من؟ قال أبوك
Rasulullah berkata, “Ibumu”, dia bertanya kembali lalu siapa lagi? Rasulullah berkata, “Ibumu”, dia bertanya kembali lalu siapa lagi? Rasulullah berkata, “Ibumu”, dia bertanya kembali lalu siapa lagi? Rasulullah berkata, “Ayahmu”. (HR. Al-Bukhari 5971 dan Muslim 2548)
Al-Imam Al-Qurthubi berkata, “Hak ibu lebih ditekankan sebanyak tiga kali lipat dari hak ayah karena ibu telah mengalami kesulitan saat hamil, ketika melahirkan, dan saat menyusui.”
(Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an 10/239)
Baca Juga: Ibu Abu Hurairah Masuk Islam setelah Didoakan Rasulullah
Alasan Hak Ibu Lebih Ditekankan daripada Hak Ayah
Kesulitan-kesulitan tersebut tentunya tidak hanya sakit pada fisiknya saja, namun juga tantangan psikologis yang harus ia hadapi.
Terutama jika ibu tersebut dulunya adalah seorang wanita karir, sibuk melakukan kegiatan sosial, atau terbiasa beraktivitas di luar rumah.
Saat memiliki anak, ia harus merelakan itu semua itu dan memprioritaskan untuk mengasuh anak. Walaupun dalam Islam perempuan tidak dikekang untuk turut berkonstribusi di masyarakat.
Islam meletakkan bahwa ibadah terbaik perempuan adalah mendidik anak. Sejalan dengan ungkapan Syaikh Muhammad Ratib An-Nabulsi, “Ibadah utama seorang perempuan adalah mendidik anak-anak. Dibalik setiap kehebatan ada (peran) seorang perempuan.”
Terlepas dari prioritas utama perempuan, peran ayah juga sangatlah penting. Karena karakter positif yang menonjol pada keduanya harus bisa ditularkan pada anak-anak.
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ أَلَتْنَٰهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍ ۚ كُلُّ ٱمْرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”
Demikialah orang tua harus mampu menanamkan keimanan pada anak-anaknya, hingga kelak mereka bisa menghadapi kehidupan ini dengan basis takwa yang telah orang tua mereka pupuk. [Ln]