PEJUANG Palestina dari Jalur Gaza yang terkepung melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada hari Sabtu (07/10/2023), menembakkan beberapa roket ke Israel selatan dan tengah, sementara yang lain menerobos pagar pembatas antara Gaza dan Israel.
Pejuang Palestina terekam berjalan kaki di daerah seperti Sderot, sementara ada juga laporan beberapa orang menggunakan paralayang untuk memasuki Israel.
Mohammad Deif, pemimpin sayap militer Hamas, mengatakan serangan itu dilancarkan sebagai tanggapan atas agresi berkelanjutan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa Yerusalem.
“Setiap hari, pasukan pendudukan menyerang desa-desa kami, kota-kota besar dan kecil, di sepanjang Tepi Barat,” kata Deif.
“Mereka (pasukan Israel) secara konsisten menyerang wanita, orang tua, anak-anak dan remaja kami, dan mencegah orang-orang kami untuk shalat di Masjid Al-Aqsa sambil membiarkan kelompok Yahudi menodai masjid dengan serangan setiap hari,” tambahnya.
Selama seminggu terakhir, ribuan pemukim Israel melakukan tur provokatif ke kompleks masjid di Yerusalem menyusul seruan kelompok ultranasionalis Yahudi.
“Mengingat kejahatan terus-menerus terhadap keluarga dan rakyat kami, dan mengingat kehancuran yang dilakukan pendudukan, dan ketidakpedulian mereka terhadap hukum dan resolusi internasional, dan mengingat dukungan Amerika dan Barat serta sikap diam dunia internasional, kami memutuskan untuk mengambil tindakan. Hentikan semua ini,” kata Deif.
Kekuatan, kecanggihan dan waktu serangan tersebut telah mengejutkan banyak warga Israel, dengan foto-foto pejuang Palestina yang membawa tentara Israel dan warga sipil yang ditangkap ke Gaza dengan sepeda motor dan memamerkan kendaraan militer Israel yang mereka rampas di jalan-jalan.
Namun, serangan tersebut juga mengancam akan menimbulkan konflik yang lebih besar.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyhau bersumpah akan memberikan “unprecedented price” di Gaza, dengan tentara Israel melancarkan serangan udara yang menghancurkan di jalur yang terkepung.
Baca Juga: Kesaksian Jurnalis Palestina saat Melintasi Perbatasan Gaza yang Berhasil Ditembus Hamas
Alasan Dibalik Serangan Pejuang Palestina hingga Tentang Jalur Gaza dan Penjara Terbuka
Apa itu Jalur Gaza?
Gaza adalah bagian dari Palestina yang bersejarah sebelum pembentukan negara Israel pada tahun 1948.
Lebih dari 750.000 warga Palestina diusir dari wilayah bersejarah Palestina dalam peristiwa yang dikenal sebagai Al-Nakba, atau Bencana.
Lebih dari 60 persen warga Palestina di Gaza adalah pengungsi, menyusul pengusiran keluarga mereka di wilayah lain Palestina pada tahun 1948.
Berbatasan dengan Israel dan Mesir di pantai Mediterania, Jalur Gaza memiliki luas sekitar 365 km persegi, dan merupakan rumah bagi 2,1 juta warga Palestina, menjadikannya salah satu wilayah terpadat di dunia.
Gaza direbut oleh Mesir selama Perang Arab-Israel tahun 1948 dan berada di bawah kendali Mesir hingga perang Arab-Israel tahun 1967, ketika wilayah tersebut direbut dan diduduki bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Pada tahun 2005, Israel konon menarik diri dari Gaza dan merelokasi sekitar 8.000 pemukim Yahudi dan tentara Israel yang tinggal di 21 pemukiman di sekitar Gaza ke Tepi Barat yang diduduki.
Namun pada tahun 2007, setelah kemenangan pemilu gerakan Hamas di Gaza, Israel menanggapinya dengan memberlakukan blokade udara, darat dan laut di Jalur Gaza.
Menurut hukum internasional, blokade tersebut sama dengan pendudukan wilayah tersebut.
Invasi Israel ke Gaza
Sejak tahun 2008, Israel telah melancarkan empat invasi ke Gaza, pada tahun 2008, 2012, 2014 dan 2021, yang mengakibatkan kematian ribuan warga Palestina, sebagian besar warga sipil dan banyak anak-anak.
Kampanye-kampanye tersebut mengakibatkan hancurnya rumah dan kantor, kerusakan jaringan pipa dan infrastruktur pengolahan limbah, berdampak pada air minum dan meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui air.
Dalam operasi besar terakhir pada tahun 2021, setidaknya 260 warga Palestina gugur di Gaza sementara 13 orang tewas di Israel.
Penjara Terbuka
Blokade Israel secara sistematis mengecualikan warga Palestina dari layanan kesehatan, rumah sakit, bank, dan layanan penting lainnya, sehingga menyebabkan penduduk Palestina berada dalam kondisi kehidupan yang penuh kesulitan.
Blokade ini juga mengakibatkan kekurangan air bersih, listrik, dan pasokan medis yang berkepanjangan di tempat yang sering disebut sebagai penjara terbuka terbesar di dunia.
Sekitar 97 persen air minum di Gaza terkontaminasi, dan penduduk terpaksa hidup dengan pemadaman listrik terus-menerus karena jaringan listrik rusak parah akibat serangan Israel yang berulang kali.
Sementara itu, hampir 60 persen warga Palestina hidup dalam kemiskinan, dan pengangguran kaum muda mencapai 63 persen.
Menurut UNRWA, badan PBB yang merawat pengungsi Palestina, konflik dan blokade selama bertahun-tahun telah membuat 80 persen penduduk Gaza bergantung pada bantuan internasional. [Ln]
Sumber: Middle East Eye