SEKILAS New Zealand. Kami merancang education trip ini sudah lama. Begitu ada keputusan untuk belajar ke New Zealand, maka aku siap-siap nabung.
Hampir setahun menabung. Tidak mudah di tengah krisis ekonomi kayak gini serta merasa perlu enggak perlu untuk berangkat. Karena kebetulan team education JISc ini (9 dari total 33 orang) sudah pernah belajar ke Australia, Singapura, dan bahkan Eropa.
Kami ikut persatuan guru-guru Eropa, yang pusatnya di Koln, Germany. Tiap tahun, mereka mengadakan acara dan biasanya kami diundang. Kadang kami datang, kadang tidak, tergantung keuangan dan waktu pembelajaran.
Kali ini, kami mendapat undangan khusus yang CEO-nya pengertian banget, kepergian kami ke NZ ini sudah dua kali diundur.
Pertama, karena uang belum cukup, kedua karena visa tak kunjung keluar. Aku ajak juga salah satu anakku yang jadi pengurus Yayasan dan guru di SMU JISc, tapi qadarullah walau visanya bahkan dapat satu tahun sementara kami hanya 3-6 bulan, tapi beliau sakit, so anakku said, “ Aku jaga gawang saja di Jakarta, Mi“ lagipula ini Jakarta lagi demo. Aku musti jaga sekolahan, khawatir kenapa-napa.
Akhirnya kami hanya daftarkan nama 9 orang di acara pertemuan para guru atau sebutlah (conference meeting and sharing education) dan alhasil berangkatlah kami. Dengan mencari tiket promo sejenak setelah visa NZ terbit.
Aku sendiri terdaftar sebagai guru Biology, karena memang aku sukanya kalau ngajar biology. Enggak mungkin dong aku cantumkan diriku as an owner, heboh nanti mereka.
Untuk dapatkan Visa, kami harus dapat approval dari 1 atau 2 sekolah atau rekanan educator atau professor terpandang yang menyatakan mereka akan menanggung dan memang benar kami adalah rekanan mereka selama kami di NZ.
Alhamdulillah karena reputasi JISc (Jakarta Islamic School) cukup baik, dan kebetulan kami satu-satunya sekolah dari Indonesia yang dipilih untuk datang ke NZ, maka kami disponsori oleh mereka.
Sungguh indah dan banyak syukur jadi guru.
Sementara aku merenung, ketika melihat gunung es di tepi danau (nanti aku share gambar-gambarnya), yaa Allah beberapa guru-guru ini adalah guru yang kena somasi oleh orang-orang yang tidak puas dengan cara mendidik kami. Ada juga yang ingin lengserkan mereka dari jabatan di dalam circle education.
Tapi Allah mengangkat derajat mereka, para guru yang ikhlas ini sampai ke New Zealand bahkan dikasih hadiah oleh lembaga tertentu untuk menginap beberapa hari di Queenstown. Full free. Dari makan sampai tidur bahkan rumahpun ditanggung oleh lembaga education tersebut.
Lalu kembali pada kisah sebelumnya, tiba-tiba Jakarta demo. Sementara kami sudah siapkan semua perlengkapan trermasuk jas hitam dan jaket hitam bila harus conference khan harus rapih yaa.
Walau sampai di sana ternyata ada beberapa sekolah yang diperbolehkan pakai baju lokal. Tapi sopan in my view.
Nah, ketika Jakarta demo tanggal 1. Kami harus pergi tanggal 5, sementara anak-anak sepekan akan daring. Duh pingin nangis rasanya. Haruskah kami buang tiket promo?
Juga malu rasanya kalau menyatakan kami akan mengundurkan diri dari perhelatan education yang terbatas itu.
Maaf no photo karena kami tidak bawa hape ..sengaja untuk menghormati guru guru traditional. Di Luar negeri, guru-guru enggak banyak pakai hape, aku malah enggak melihat mereka pegang hape. Juga pada enggak mau difoto.
Kalau kita maksa atau lincah-lincah sendiri, malu rasanya. Kayak enggak elegan gitu.
Di kala akhirnya kita memutuskan untuk ‘tidak berangkat’ karena situasi di Jakarta yang belum menentu waktu itu dan juga anak-anak daring, maka kami dengan sangat rela setelah meeting many hours by online, memikirkan baik buruk dan kendala ini itu. Akhirnya fix kami tidak jadi berangkat. Dan kami akan hantarkan surat permohonan maaf pada tanggal 5 September.
Kami niatkan tidak jadi berangkat karena Allah, karena memikirkan umat. Anak-anak sekolah dan guru-guru. Tapi alhamdulillah beberapa leaders menguatkan kami untuk berangkat dan pihak airlines walau tiket promo akan diganti bila memang situasi di Jakarta kurang kondusif.
Akhirnya situasi membaik dan pihak airline juga menganjurkan untuk berangkat dan ada pengembalian fund bagi yang sakit dan dengan kondisi banyak support akhirnya kami berangkat.
Kami juga tahu diri. Alhamdulillah banyak pertolongan Allah, beberapa kali makan kami dijamu oleh beberapa lembaga. Juga kami diberi makan oleh saudara orangtua murid JISc @Bu Emma, yang suka bikin kue enak. Dan JISc kerap memesan kepada beliau. Namanya Fam cake.
Beliau memasak banyak sehingga cukup untuk 2-3 kali makan, such as; telur balado, sup sayur dan kentang, ayam rendang, tumis pedas ikan cakalang bahkan sambal cabe hijau.
Selain itu, kami juga mendapatkan penginapan yang sangat murah, hanya 3 juta permalam untuk 5 kamar dengan dapur dan ruang tamu yang luas, dan kamipun bisa masak nasi uduk, juga masak semur ayam, rendang yang kami bawa, bumbu-bumbu dari Jakarta dan kebetulan ada saja butcher halal dekat masjid. Bahkan ketika bertemu dengan orang masjidpun mereka memberi kita curry puff, hot tea milk dan buah-buahan. Ada juga yang ngasih nasi briyani.
Bahkan kami sempat makan lamb yang sangat lembut, ingat film shawn the sheep. Di NZ, setiap hari kami dapat susu dan keju dan croissant yang sangat lembut, tidak asin, dan susu pun tidak bergula.
Ketika memandang ini semua, aku jadi nangis lagi.
Allah Maha Baik
Ke manapun kita berada
Selalu dikepung kebaikan, keindahan, makanan yang berlimpah, dan juga coklat jam yang enak sekali.
Daun sawi yang sangat segar dari Asian halal food
Bahkan ada yang masakin keropok lekor (orang Malaysia) walau ikannya kurang kerasa tapi sangat lumayan untuk dimakan di udara yang menyentuh minus satu derajat.
Ahh semuanya indah, bahkan ilmu pengetahuan yang di-shared, bahkan silaturahmi yang mana membuat beberapa sekolah ingin adakan kerja sama dan kunjungan ke JISc membawa murid-murid mereka.
Tentu saja aku banggakan diri dong. Tak perlu ke Bali, Jakarta saja sudah sangat menarik, nanti kami jemput di airport dan untuk makan dan tinggal, anak-anak murid kalian dan guru-guru boleh tinggal di rumah kami. Kebetulan memang sekolah di Malaysia sudah dua kali membawa 29 guru dan muridnya ke Jakarta, dan kebetulan sekolah di Australia berkali-kali membawa murid dan gurunya, kadang gurunya saja untuk bertukar ilmu dengan Jakarta Islamic School.
Jadi guru menyenangkan
Please jangan dikit-dikit somasi kami
Kami hanya mendidik ..
dan kadang kami harus tegas
Sebab kehidupan anak-anak di masa depan cukup keras.
Baca juga: Warga New Zealand Menjaga Muslim
Berkah jadi guru.
Kami merasa disayangi dunia akhirat
Sekilas New Zealand
Kepergian ke New Zealand tidak mahal, hanya perlu menabung, dapatkan tiket promo, lalu bawa rice cooker dan bumbu-bumbu, dan untuk akomodasi dan lain-lain karena kami sekolah maka banyak diberi kemudahan tempat penginapan yang nyaris gratis, ada yang dibayarin oleh lembaga tertentu, ada yang sangat murah hanya 3 juta permalam untuk sebuah rumah besar dan full furnished bahkan dikasih sabun dan handuk dan selimut dan heater nyala terus.
Alhamdulillah tsuma alhamdulillah.
Bahkan dollars yang dibawakan oleh manajemen JISc masih sisa 60 %, tentu saja akan disimpan untuk kepergian berikut.
Mungkin akan ada lagi guru yang belajar dan belajar lagi tak cuma hanya ke New Zealand, tapi juga Australia, dan juga ke beberapa negara agar mereka confident menjadi guru Integrated Islamic International School.
Sebab punya partner dalam mengajar dari berbagai negara agar tidak salah ajar.
Terima kasih yaa Allah yang telah menjadikan kami sekolah Islam International pertama di Indonesia.
Allah Maha Baik
Tugas kami hanya mengajar sebagai ibadah dan selalu