Rumahku Banjir, Kasihan Petani Tetanggaku, Oleh: Fifi P. Jubilea
Chanelmuslim.com – “Rumah Ben kebanjiran mi? Nanti Ben bobo di mana dong? Bobo di sekolahan aja boleh gak mi, pinjam Mis Rizti, di kelas Ben kan ada tempat tidurnya sekarang. Tapi cuma buat anak-anak, ibu-ibu gak muat…” anakku Ben (3,8 thn) terus saja bicara.
Alhamdulillah Ben kecilku masih punya banyak alternatif kalau rumah kami kebanjiran. “Ah, mana mungkin rumah Bu Fifi kebanjiran, kan tinggi begitu,” ada salah satu teman yang berkata tak percaya. Memang dari jalan sudah kami naikkan beberapa meter, tapi kamar para ART dan satpam di bawah tuh tergenang. Sedihkah mereka?
ARTku cuma pernah bilang gini, “kalau di Puncak dekat gunungm rumah Lilis gak akan banjir.” Syifa anakku menjawab sewot, “ya, tapi tanah longsor.” Zaki adiknya nambahin “rawan gempa bumi.” Dan Lilis pun terdiam, mungkin karena segan mungkin karena tak paham. Yang jelas kami sekeluarga ikut sedih dan menyesali (hal yang sebenernya gak boleh – merasa rumah sudah di buat setinggi mungkin tapi kok tetap kebanjiran). Ah…Jangan menentang dan takabur dengan fenomena alam, apalagi dengan sang Pencipta. Kurang apa kapal Titanic toh akhirnya karam juga.
Baca Juga: Perlengkapan Shalat untuk Korban Banjir Bandang
Rumahku Banjir, Kasihan Petani Tetanggaku
Jadi banjir di rumahku itu, termasuk dalam titik rawan yang 52 titik itu. Di media tulisnya ketinggian 70 cm, haha lebihlah kalau 70 cm doang si Lilis gak akan seheboh itu ngirim gambar kamarnya kebanjiran.
Banjir itu datang dari mana gak tahu tapi kemudian di picu juga dengan luapan dari sungai di belakang rumah. Aku malah memikirkan kasihan yang tinggal di tepi sungai, duh gak tahu gimana membayangkannya.
Lalu yang juga bikin kita diam-diaman, tadinya aku dan anak-anak mau belanja ke City, cuma hati jadi gak enak karena mikir, tetangga sebelah yang juga petani. Dia yang siang malam tidur disitu, suka kirim kangkung dan daun singkong. Kadang aku suka aku kirim nasi uduk dan nasi bakar ikan peda (sst…kita berdua tuh bersahabat dalam makanan, dah kayak kepompong). Kembali pada situasi dirinya, jadi ikutan sedih, sawahnya udah kayak danau. Sawah yang ditunggui siang dan malam, dan beliau pun tidur disitu. Nampaknya sebentar lagi akan panen, cuma gimana bila banjir menengelamkan sawahnya, dan mungkin bukan cuma sawah tapi juga hatinya.
Aku rasanya pingin pulang, bukan karena si Lilis ribut kebanjiran dan tukang sayur gak bisa lewat, naik gojek juga gak ada pastinya. Tapi aku pingin pulang cuma mau berbagi rasa dengan petani sebelah rumah. Gak tega membayangkan perjuangannya nanam padi berbulan-bulan, habis hanya dalam hitungan menit. Gak tega membayangkan wajah muramnya.
Banjir, Salah siapa?
Salah kita semua, pembangunan massive banget, bahkan didaerahku aja ada mall sampai beberapa buah. Lalu yang datang ke mall ya orangnya dia-dia juga. Dan tidak ada taman kota dimana-mana buat resapan air. Kemudian kitapun ramai-ramai gemar buang sampah sembarangan.
Ya sudahlah, hadapi saja bersama. Saat ini tolong yang memerlukan. Yang penting jangan takabur dengan terlalu membangga-banggakan seseorang. Biasa aja lagi…
Banjir dan macet di Jakarta hal yang udah jadi bagian yang harus kita hadapi bersama. Dan gak mudah, walau gubernur kita keturunan superman sekalipun.
Hidup FPI, Hidup PKS, Hidup ACT!
To be honest, biasanya kondisi kayak gini yang jadi team relawan tuh FPI, Kepanduan PKS dan ACT.
“Dari Ummu Salamah, istri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Jika maksiat telah menyebar diantara umatku, Allah akan menurunkan adzab secara umum”. Ummu Salamah bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang shalih? Rasulullah menjawab: Ya. Ummu Salamah berkata: Mengapa mereka terkena juga? Rasulullah menjawab: Mereka terkena musibah yang sama sebagaimana yang lain, namun kelak mereka mendapatkan ampunan Allah dan ridha-Nya” (HR. Ahmad no.27355. Al Haitsami berkata: “Hadits ini ada 2 jalur riwayat, salah jalurnya diriwayatkan oleh para perawi yang shahih”, Majma Az Zawaid, 7/217 )
(w)