INI bukan yang pertama kali saya ke Turki, tapi perjalanan kali ini sungguh berbeda. Meski di setiap perjalanan ke Turki selalu dengan misi pendidikan, kemanusian atau karena ada seminar dan perdagangan.
Kali ini, saya bersama anak-anak muda penuh semangat melakukan perjalanan ke Turki untuk misi kemanusiaan. Mereka adalah teman-teman perjuangan saya dalam dakwah dan pekerjaan. Mereka adalah staff-staff dan leader-leader yang siap bekerja ekstra.
Perusahaan jika hanya berisi pemimpin tentu tak ada apa-apanya. Karena itu justru karena merekalah sekolah yang aku bangun dapat menjadi seperti saat ini.
Tanpa mereka aku kelimpungan. Jangan ge-er ya para staffku. Mereka yang rela bekerja tanpa kenal waktu. Siap disms di pagi buta dan menerima instruksi serta ide-ide baru di kala liburan baru tiba.
Baca juga: Pesona Jogja dalam Islam yang Tersembunyi
Jadi wajar kalau mereka mendapat reward spesial setelah berkubang dengan kerjaan yang penuh suka, cinta dan air mata. Nah tapi ini bukan cerita tentang staff saya. Hanya kalimat pembuka untuk cerita perjalanan kami ke Turki dalam misi kemanusian.
Kami berencana mengunjungi para pengungsi Suriah di Turki. Hari pertama di Turki turun salju di Istanbul yang langsung menimpa jendela, rumah dan wajah. Turki itu sendiri adalah negara yang berbatasan erat antara Eropa dan Asia.
Turki adalah negara perdagangan
Dulu Turki adalah negara perdagangan, kalau ada yang mau berdagang dari Eropa ke Asia musti melewati Turki dulu. Nah biasanya untuk melewatinya tentu ada biaya lewat kan?
Turki tuh cantik dan eksotik. Penduduknya mayoritas muslim. Hanya saja suasananya tidak se-Islami di Indonesia yang rame dengan bedug dan adzan kalau waktu magrib tiba. Turki juga kental dengan sejarah kejayaan Islam.
Soal makanan anakku bilang sih, “Kita nyumbang makanan saja ke mereka. Karena mereka tuh gak tahu makanan enak. Jadi yang dimasak itu-itu saja, kurang variasi menu.”
“Kalau di Indonesia kan ada macam-macam. Tahu saja bisa jadi macam-macam. Ada tahu pong, tahu gejrot, tahu petis, tahu isi, atau pepes tahu. Sementara ayam juga banyak macamnya, ada ayam bakar, ayam kecap, ayam rica, ayam pop, ayam penyet. Wah ketahuan ya udah mulai homesick, yang keingat semua makanan di Indonesia.”
Nah, Turkye’s delight itu adalah kue-kue yang manis. Kuenya sendiri udah manis banget. Lalu disiram pula dengan gula cair. Kebayang nggak manisnya kayak apa?
Karena itu pula saya pun berinisiatif menyiapkan ‘kasih dalam panci’. Terdengar aneh dan kampungan ya.
Mungkin bagi sebagian besar orang hal ini kampungan. Masa keluar negeri, ke tempat bersalju bawa-bawa kompor kecil, panci, sambal balado dan minyak goreng. Kan di sana juga banyak makanan.
Ya, masalahnya bukan makanannya tapi berdasarkan pengalaman travelling dengan anak-anak, baik anak sendiri maupun anak buah. Rata-rata orang Indonesia tuh bisa makan yang aneh-aneh paling banyak dua hari.
Setelah itu lidahnya nagih ingin makan masakan Indonesia. At least ada sambal dan teri kacang. Dan spesial harus ada nasi, kalau nggak ada rasanya kayak belum makan walau udah melahap roti sebakul.
Memang kelihatannyanya kampungan, tapi aku cuma khawatir fanatisme pada Indonesian food itu bikin anakku dan anak buahku nggak bisa enjoy nikmati perjalanan. Biarlah repot sedikit nggak apa yang penting tiap hari ada sambal dan lauk Indonesia.
Makanan yang tampak simple tapi important
Yang tampaknya simple tapi important. Hanya tadi sempat ditegur tamu hotel karena ada yang buka nasi rames isi terong balado yang menurut mereka too smell banget.
Sekali lagi kita memang terlihat kampungan, tapi as long kita bahagia dan misi perjalanan tercapai. Saya rasa nggak apa juga. Tapi mungkin lain kali makannya sembunyi-sembuyi.
Ada courtesy sama orang lain. Itulah kenapa durian gak bisa masuk hotel kan? Dan tidak ada menu pete pada restaurant terkenal.
Tetapi yang jelas, kalau travelling sendiri tanpa anak-anak dan anak buah. Aku nggak pernah bawa panci. I am an easy woman, tapi nggak easying. Hehe.
Bukan bahasa Inggris tapi paham kan. Perjalanan dengan misi kemanusian ini, juga adalah rihlah mengunjungi situs-situs bersejarah di Turki.
Ini membangkitkan semangat bagi kami semua karena bukti bahwa Islam itu pernah berjaya dan akan berjaya kembali. Semoga kami dapat menjadi bagian yang dapat meneruskan semangat itu kepada anak-anak didik kami di Indonesia.
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk: 15)
Website: