PUSTAKA Al-Kautsar menggelar Diskusi Buku berjudul Politik Identitas yang ditulis oleh Eman Sulaeman pada Sabtu, 24 September 2022 di Hotel Alia Cikini, Jakarta Pusat.
Sebagai penerbit buku yang seringkali menjawab isu-isu aktual, perdebatan mengenai politik identitas ini mencuat pada pilkada DKI tahun 2017 lalu dan masih berlanjut menjelang perhelatan pemilu tahun 2024.
Yang menjadi permasalahan, politik identitas seringkali ditanggapi dengan peyoratif. Siapapun yang mengungkapnya akan dianggap sebagai pemecah belah bangsa.
Eman Sulaeman, selaku penulis buku Politik Identitas mengatakan bahwa permasalahan ini perlu didudukan terlebih dahulu dalam pemaknaannya. Karena manusia tidak bisa terlepas dari identitasnya begitu saat ia dilahirkan.
Baca Juga: Tahun Politik yang Memprihatinkan
Pustaka Al-Kautsar Gelar Diskusi Buku Politik Identitas
Dalam bukunya tersebut, ia mengkaji 3 point penting yaitu politik identitas secara historis, teoritis, serta realitas.
Singkatnya, secara historis politik identitas bukanlah sesuatu yang baru. Para tokoh bangsa sudah menggunakan politik identitas dalam merebut kemerdekaan dan membangun bangsa
Secara teoritis, identitas seseorang adalah sesuatu yang sangat melekat sehingga tidak bisa dihindari.
Dan secara realitas, politik identitas tidak hanya terjadi di Indonesia, bahkan di berbagai negara fenomena ini juga telah muncul, termasuk di negara yang paling demokratis sekalipun seperti Amerika.
Dalam buku tersebut ia juga memaparkan tinjauan Al-Qur’an tentang politik identitas serta praktik yang dibenarkan oleh Al-Qur’an.
Bagi sosok yang akrab dipanggil Kang Eman, permasalahannya ada pada cara politik identitas itu dipraktikkan bukan pada boleh atau tidaknya penggunaan politik identitas itu sendiri.
Sedangkan Pengamat Politik Ray Rangkuti, yang turut hadir dalam diskusi buku, mengatakan bahwa yang menjadi masalah adalah kesulitan dalam mendefinisikan politik identitas.
Menurutnya, dalam Undang-Undang Pemilu politik identitas ini masih belum sepenuhnya jelas. Pada UU pemilu no 7 tahun 2017 terkait dengan pelaksanaan pemilu dan pilkada, hanya ada satu pasal yang mengatur permasalahan politik identitas yaitu pada bab kampanye.
Di dalamnya menyatakan bahwa tidak boleh menyerang hal-hal terkait SARA. Pemaknaan frasa menyerang dalam pasal ini masih tidak jelas.
“Oleh karena itu, kita perlu mengetahui mana yang diperbolehkan dan dilarang dalam politik identitas,” simpulnya.
Hadir pula Pengamat Politik Rocky Gerung yang menyebutkan bahwa ada kecurigaan, kecemasan dan ketakutan pemerintah terhadap politik umat Islam.
Ia juga menegaskan bahwa asal-usul politik identitas berakar kuat pada bangsa ini. Para pahlawan dan politisi-politisi muslimlah yang bertarung melawan Belanda.
Setelah pemaparan singkat dari ketiga pemantik, acara dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab bersama para peserta. [Ln]